Melaut, Bertaruh Nyawa Demi Rupiah

Oleh Andreas Atwin Janarko.          

Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi perairan luas. Berdasarkan hasil Kovensi Hukum Laut Internasional (United Nation Convention on the Law of Sea – UNCLOS), luas wilayah laut Indonesia mencapai 3.257.367 km2, sedangkan luas daratan 1.919.433 km2. Fakta ini menunjukan bahwa luas wilayah perairan Indonesia lebih besar dari daratan sehingga sering disebut sebagai negara maritim. Sebagai negara dengan lautan yang luas tentu saja menjadi peluang untuk masyarakat khususnya yang berprofesi sebagai nelayan.

Kesempatan mengikuti eksposur ke Pelabuhan Sadeng yang difasilitasi oleh Lembaga Stube HEMAT Yogyakarta berkaitan Ekonomi Kelautan dan melihat kehidupan nelayan (Sabtu, 4/02/2023) tidak saya sia-siakan untuk memperdalam pemahaman tentang potensi laut Indonesia. Pelabuhan Sadeng merupakan salah satu pelabuhan perikanan pantai terbesar di DIY yang terletak di teluk Sadeng, diapit dua desa yakni Desa Songbanyu dan Desa Pucung, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul,  Daerah Istimewa Yogyakarta. Banyak hal baru saya temukan dalam eksposur ini salah satunya adalah mengenal lebih dekat kehidupan nelayan. Menjadi seorang nelayan ternyata tidak mudah, karena harus memiliki kegigihan dan tekad besar untuk berangkat berlayar demi mendapatkan rupiah demi menafkahi keluarga.

Saya berkesempatan berdialog dengan seorang nelayan bernama Mujito. Saya merasa terkejut ketika mendengar langsung bahwa ternyata jangka waktu yang ditempuh oleh nelayan untuk melaut lumayan lama. Apalagi ketika menggunakan kapal dengan kapasitas 30 Gross ton ke atas bisa memakan waktu 2 minggu atau lebih. Mujito adalah seorang ABK (anak buah kapal) dari kapal jenis Sekoci yang berkapsitas 5-30 GT yang menghabiskan waktu 5-7 hari melaut. Sebelum melaut mereka mempersiapkan modal awal yang harus dikeluarkan apalagi ketika harus menyewa kapal karena diakui bahwa banyak nelayan yang belum memiliki kapal pribadi sehingga harus menyewa. Hasil tangkapan nelayan beragam namun sebagian besar berupa tuna, cakalang dan layur. Mujito mengakui pendapatan yang mereka peroleh pun tidak menentu apalagi saat cuaca tidak mendukung sehingga mereka harus melakukan berapa kali pelayaran untuk bisa mengembalikan modal.

“Mengais rupiah untuk menafkahi keluarga dengan melawan derasnya arus lautan.” Itulah yang menjadi tekad dan kegigihan para nelayan saat melaut sehingga bukan resiko yang mereka pikirkan melain keuntungan untuk mendukung kehidupannya. Perjuangan yang luar biasa bagi mereka yang rela meninggalkan keluarga bertarung dengan laut mencari sesuap nasi, tanpa ada kepastian akan pulang dan ada atau tidaknya keuntungan. Menjadi nelayan adalah pilihan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kebutuhan orang akan ketersediaan pangan akan terus meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia, karena kondisi ini akan menjadi tantangan bagi para nelayan untuk semakin gigih dalam bekerja. Profesi nelayan adalah profesi yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, mulai dari jaminan keselamatan bagi para nelayan saat melaut, peralatan, pinjaman modal dan pengembangan profesi nelayan itu sendiri sehingga bisa berjaya di laut, dan berjaya dalam kehidupan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk lebih menghargai nelayan bahkan ikut memikirkan mengelola potensi laut Indonesia. ***

Komentar

Posting Komentar