OBROLAN MAHASISWA
TENTANG PERTANIAN
KITA
Omah Limasan, 12 April 2014
Meski pertanian memegang peran yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup bangsa ini, bagi kalangan muda dan mahasiswa, ada
kemungkinan pertanian dianggap topik yang tidak menarik. Indonesia dengan
populasi 245 juta jiwa, pasti membutuhkan persediaan pangan yang cukup besar
terutama beras. Ketergantungan pada beras ini menjadi sebuah ironi di tengah
kekayaan potensi keragaman pangan dan pertanian yang dimiliki. Untuk itu
seluruh komponen bangsa ini harus secara cerdas melihat kembali dan mengembangkan
potensi pangan non beras Indonesia.
Selain itu, pertanian Indonesia juga menghadapi masalah lain, seperti
penggunaan bahan kimia sintetis, konversi lahan pertanian menjadi lahan
perumahan dan industri, serta mudahnya impor pangan.
Merespon permasalahan di atas dan mengawali program pelatihan
Pertanian Organik mengenai Keragaman Pangan, maka pada Sabtu, 12 April 2014 Stube-HEMAT
Yogyakarta bersama belasan mahasiswa dari berbagai kampus lintas jurusan saling
belajar mengenai pertanian dengan membaca dan memberikan pendapat terhadap
berita-berita tersebut, serta dikaitkan dengan yang terjadi di daerah asalnya. Beberapa
topik berita tersebut adalah Ancaman
Bencana Pangan, Kegagalan Swasembada Pangan, Impor Pangan Makin Leluasa,
Pestisida dan Keliru Pikir Petani, Tersingkir dari Tanah Sendiri, dan Bertolak
dari Pohon Buah-buahan.
Noel, mahasiswa APMD asal Alor mengungkapkan,”Pertanian di
Alor belum dikelola secara optimal, masyarakat mengolah lahan hanya untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari, belum sampai taraf produksi untuk mensuplai
pasar.” Sementara itu Christian, mahasiswa Informatika UKDW asal Kalimantan
Barat mengungkapkan, “Lahan pertanian Kalimantan banyak dikonservasi menjadi
perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit demi mendongkrak pendapatan
daerah.” Selanjutnya Yarti, mahasiswi APMD asal Sumba mengungkapkan, “Budaya
gotong royong masih dilakukan ketika menggarap sawah di Sumba Barat Daya. Namun
yang mengherankan penggunaan pestisida kimia justru dilakukan oleh kalangan
terdidik dengan alasan biayanya murah dan praktis.” Hery Gardjalay, mahasiswa
dari Dobo, Maluku Tenggara yang kuliah di fakultas Hukum Universitas Janabadra
Yogyakarta mendiskusikan berita pemanfaatan pesisir kepulauan Seribu untuk
buah-buahan, sementara keadaan daerah asalnya yang sebagian besar kawasan
pesisir belum dimanfaatkan secara optimal demi peningkatan ekonomi masyarakat
setempat. Keterbatasan kemampuan dan pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM)
menjadi salah satu penyebabnya.
Obrolan Santai ini pun menghasilkan resume, antara lain: pertama, merebaknya konversi lahan
pertanian untuk industri dan perumahan ini harus disikapi serius oleh
pemerintah melalui penegakan regulasi alih fungsi lahan maupun konsep tata
ruang kewilayahan. Kedua, pemerintah
harus berkomitmen keberpihakan kepada para petani melalui regulasi dan
pendampingan yang berkelanjutan untuk meningkatakan kualitas sumber daya
manusia, khususnya petani. Ketiga,
mengembangkan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal nusantara dengan
melibatkan akademisi dan praktisi untuk terjun langsung dan berinteraksi dengan
masyarakat. Keempat, menggalakkan
pertanian organik berbasis masyarakat demi kelangsungan ekosistem dan
lingkungan. Kelima, perlu adanya
rintisan gerakan pembaharuan kaum muda untuk mencintai pertanian. (TRU)
Komentar
Posting Komentar