Pelatihan Pertanian Organik dan
Keragaman Pangan
Eksposur Joglo Tani
Sabtu, 26 April 2014
Sabtu 26 April 2014 Stube-HEMAT Yogyakarta mengajak mahasiswa
melakukan eksposur untuk belajar langsung di lokasi pertanian Joglo Tani,
dengan harapan bahwa mahasiswa yang notabene tidak belajar pertanian mengalami
pencerahan. Pencerahan yang terjadi diharapkan bisa memantik dan menumbuhkan
minat pada pertanian untuk memiliki keberpihakan atas persoalan yang ada di
dunia pertanian sekaligus bisa mengembangkan daerah asalnya.
Joglo Tani merupakan komunitas tani yang dirintis oleh TO
Suprapto dengan membangun sistem pertanian terpadu yang melibatkan masyarakat,
sehingga mereka merasa menjadi bagian di dalamnya. Joglo Tani memiliki semangat
desa berdaulat pangan, membentuk sistem
pertanian terpadu dari hulu hingga hilir sebagai sistem mandiri pangan serta
mendorong terbentuknya pola konsumsi masyarakat yang bersumber pangan lokal.
Eksposur
diawali dengan masing-masing peserta mengungkapkan apa yang menjadi makanan
favoritnya, juga menghitung rata-rata biaya makan per hari, selama satu bulan.
Jawaban peserta yang bervariasi mulai dari sayuran, nasi goreng, ikan, dan nasi
kucing, menghasilkan kalkulasi pengeluaran sekitar 300 ribu – 900 ribu per
bulan. Hal ini menunjukan bahwa kebutuhan konsumsi pangan per orang itu sangat
tinggi dan perlu disikapi secara serius supaya tidak terjadi bencana kekurangan
pangan di masa depan. TO Suprapto juga mengajukan beberapa pertanyaan yang
menggugah peserta seperti; apa tujuan belajar di Yogyakarta dan sudahkah
peserta mampu mandiri selama berada di Yogyakarta? Ia mengajak peserta yang
sebagian besar berasal dari luar Jawa, melihat dan mengembangkan potensi
dirinya selama berada di Yogyakarta dan jeli melihat peluang pengembangan di
daerah asal mereka. Khusus di bidang pertanian, TO Suprapto menekankan bahwa
petani menjadi pihak yang kurang beruntung, karena sejak penyediaan bibit, pupuk
dan distribusi produk sudah membutuhkan biaya tinggi, namun ironisnya mereka
tidak bisa menentukan harga jual produk panen mereka sendiri.
Selanjutnya
peserta diajak berkeliling di kawasan Joglo Tani dimana kolam ikan diisi ikan
nila, mujair dan gurami. Air dari selokan dialirkan ke kolam ikan, kemudian ke kandang anak
itik, selanjutnya dialirkan ke kandang itik besar dan akhirnya kembali ke
selokan. Di sekeliling kolam dimanfaatkan untuk
menanam kangkung dan sayuran lainnya seperti terong, tomat, serai dan seledri.
Kotoran sapi sebagai biogas untuk menghasilkan listrik dan botol bekas untuk
menanam sawi dan seledri.
Yulius Lero, mahasiswa APMD dari Sumba bertanya, “Pertanian
di sini sangat istimewa, dibanding Sumba, masyarakat belum kreatif, sulit membentuk
kelompok dan lahan kosong belum dimanfaatkan dengan baik. Bagaimana cara
memulainya?” TO menjawab, “Jika pulang nanti, teman-teman harus memulai dulu, memberi
contoh, melakukan perubahan dari diri sendiri.” Pascah, mahasiswa STAK Marturia
dari OKU Timur Palembang menanyakan bagaimana supaya pertanian berhasil dan
tidak dijauhi masyarakat, karena pernah terjadi ketika ada seseorang yang perikanannya
berhasil, kolamnya dilempar obat sehingga ikannya banyak yang mati. Bagaimana
mengatasinya? TO Suprapto menyarankan bahwa sebaiknya kita jangan bergerak
sendiri, bentuk kelompok sehingga menjadi sebuah gerakan bersama, karena itu
sosialisasi itu penting. Mulailah dengan mengganti ‘AKU’ dengan ‘KITA,’ intinya
adalah kumpulkan masyarakat, motivasi dan gerakkan. (TRU)
Komentar
Posting Komentar