Pemuda dan Penguatan
Identitas Kebangsaan
Melalui Kebudayaan Untuk
Membangun Semangat Kewargaan
Seminar kebangsaan yang diselenggarakan
oleh BEM Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 28 Agustus 2014
lalu dibuat karena rasa keprihatinan akan pudarnya nasionalisme dan kebangsaan
pada kalangan anak muda saat ini. Sebagai langkah strategis, isu kebudayaan diangkat
menjadi kunci dalam menanamkan semangat kebangsaan dan nasionalisme anak muda.
Stube HEMAT Yogyakarta
turut ambil bagian dengan mengirimkan beberapa aktivis untuk berpartisipasi menyumbangkan
pemikiran. Mereka adalah; Sapti Dadi, Elisabeth Uru Ndaya mahasiswa UST, Alva
Kurniawan dan Vicky Tri Samekto mahasiswa Teologi Stak Marturia. Adapun narasumber
yang mengkritisi perubahan sosial yang sedang terjadi adalah Subkhi Ridho,
M.Hum, (Dosen UMY), Abdur Rozaki M.Si,
(Dosen UIN Kalijaga) dan Dr. Lukas
Ispandriarno (Dosen Komunikasi UAJY).
Dr. Lukas Ispandriarno
dalam materinya mengungkapkan bahwa melunturnya semangat kebangsaan dan nasionalisme di Indonesia karena kemajuan
dalam segala bidang tidak disertai dengan antisipasinya pasca runtuhnya ORBA.
Setiap perubahan dan kemajuan memiliki sisi positif dan negatif, tinggal
bagaimana mengoptimalkan apa yang positif dan menekan dampak negatif. Kemajuan
dalam bidang teknologi informasi (media massa) memberi andil besar terhadap
perubahan paradigma anak muda dalam bersosialisasi karena akses informasi
begitu cepat diperoleh, contohnya akses internet yang sudah begitu familiar ditambah
menjamurnya berbagai merk gadget yang notabene konsumen terbesarnya adalah anak
muda. Hal ini sangat berbeda ketika ORBA berkuasa karena informasi massa dibatasi
oleh penguasa pada masa itu. Pesatnya perkembangan informasi massa seharusnya
bisa menjadi media kampanye untuk mengangkat isu kebangsaan dan semangat
nasionalisme.
Dalam sesi lain, Subkhi
Ridho M.Hum menyambung materi dengan mengangkat peranan pemuda Islam dalam
gerakan kebangsaan yang menekankan betapa pentingnya menghargai budaya multikultur
yang saat ini sudah terkikis. Kehidupan multikultur sudah semenjak zaman nenek
moyang terjalin, dan sebenarnya itulah
yang mempersatukan kehidupan bangsa Indonesia hingga saat ini. Pada kesempatan itu
juga Abdur Rozaki, M.Si melengkapi dengan menggarisbawahi betapa pentingnya
organisasi mahasiswa saat ini, tentunya yang bersifat progresif dan kritis
terhadap fenomena yang terjadi dalam gejolak kebangsaan.
Mahasiswa seharusnya mampu
membuahkan tulisan dan pemikiran kritis dalam mengangkat isu nasionalisme dan
kebangsaan, sebagai media kampanye dan edukasi kepada anak muda dan masyarakat luas.
Di sinilah para pemuda kembali dituntut menjadi agen perubahan dalam
mengoptimalkan sisi positif dari perubahan zaman dan teknologi informasi dalam
berkampanye mengangkat isu nasionalisme, kebangsaan dan edukasi. Jika pemuda
abai terhadap hal ini, maka masa depan bangsa Indonesia akan menjadi suram karena
terancam perpecahan. Maka dari itu, siapa lagi yang harus bertindak kalau bukan
para pemuda sebagai generasi penerus
bangsa? Mari mulai dari kita! (PIAF)
Komentar
Posting Komentar