MENJADI
SAHABAT
BAGI SESAMA
Seorang laki-laki gila berkeliaran menyambut kedatangan
rombongan siswa-siswi SMPK Tirta Marta-BPK Penabur Jakarta di Wisma Pojok, Jl.
Kubus, Condong Catur Yogyakarta. Sebuah pemandangan yang tidak sedap tentunya.
Celana kumal pendek berwarna coklat, kaos kotor sobek dengan kepala
bermahkotakan tas plastik kresek, menjadi balutan tubuh orang gila itu.
Bertemu dengannya, sungguh menjadi sesuatu yang dihindari semua orang.
Lebih-lebih tidak diketahui pasti apakah orang gila tersebut aman, atau tiba-tiba
bisa mengamuk dan membahayakan orang yang ada di sekitarnya. Semua mata melihat
padanya saat lewat gerbang masuk wisma. Ada yang mulai menggoda orang gila itu,
ada yang iseng melempar batu, tetapi ada juga yang memberinya roti dan segelas
aqua.
Itulah sajian awal kegiatan studi sosial yang dilakukan
siswa-siswi SMPK Tirta Marta-BPK Penabur tahun ini yang mengambil
tema “Menjadi Sahabat Bagi Sesama”. Bersama mahasiswa-mahasiswa aktivis Stube
HEMAT Yogyakarta, mereka akan melihat, belajar dan berinteraksi dengan
masalah-masalah sosial di Yogyakarta. Kunjungan ke Yayasan Kampung Halaman,
Sayap Ibu Anak, Sayap Ibu Difabel, Pamardi Putra, Rumah Dome, Topeng Bobung,
Batik Jumput, Wayang Sodo, dan Blangkon menjadi agenda kegiatan mereka selama
di Yogyakarta. Masing-masing tempat kunjungan mempunyai kisah dan pergumulannya
yang diharapkan mengajarkan sesuatu untuk mengasah kepekaan hati serta
mempertajam jiwa anak-anak yang masih muda ini menjadi sahabat dan berdamai
dengan sesamanya.
Hiruk pikuk Jakarta dan permasalahan metropolitan sejenak
ditinggalkan untuk merasakan ketenangan tinggal bersama keluarga-keluarga di
Desa Bejiharjo, Gunung Kidul, Yogyakarta. Melihat hidup keseharian masyarakat
di sana dan ikut beraktivitas keluarga yang ditinggali menjadi satu aktivitas
menarik buat mereka. Gua pindul yang menjadi satu ikon wisata di desa ini, tak
luput dari kunjungan mereka. Betapa anak-anak ini diajak untuk langsung melihat
dan bagaimana mereka diajarkan bersyukur atas hidup yang mereka miliki dan
kuasa Allah atas ciptaannya. Keramahtamahan Pendeta GKJ Bejiharjo beserta
majelis dan seluruh jemaat GKJ Bejiharjo yang bersedia membuka pintu bagi
siswa-siswi untuk menjadi bagian kehidupan, meski hanya semalam, sungguh
menjadi bukti kesatuan tubuh Kristus dalam jemaatnya yang tersebar di
mana-mana.
Kumpulan pengalaman selama studi sosial di Yogyakarta,
dibagikan dalam sebuah presentasi sederhana yang menarik oleh anak-anak
tersebut. “Meskipun capek, tapi nggak terasa, karena kami senang mengikuti
kegiatan ini”, tutur salah satu siswa. Pendeta Sundoyo yang membuka dan menutup
ibadah menuturkan, “Apa saja yang ditemui dalam studi sosial ini merupakan
cerminan kehidupan bangsa Indonesia yang masih banyak pergumulan dan
perjuangan, sehingga jadilah bagian yang berfungsi memperbaiki keadaan
tersebut, dengan menjadi sahabat bagi sesama dimanapun berada.”
Dalam acara penutupan itu, seorang siswa meminta maaf telah
melempar batu pada orang gila yang menyambut kedatangan mereka, yang ternyata
aktivis Stube HEMAT Yogyakarta yang mencoba memancing kepekaan atas lingkungan
dan situasi yang ada. ***
Komentar
Posting Komentar