Sayap Ibu Yang
Meneduhkan
Studi-sosial SMPK Tirta Marta-BPK
Penabur
Seorang anak berlari menuju ruang depan. Ia diikuti oleh temannya.
Kejadian itu berlangsung pada jam sepuluh pagi, tepat jam sekolah dinyatakan
selesai. Kelas ini berbeda dengan kelas yang lain. Sekolah ini khas. Penataan
ruang dan pembangunan lantai disesuaikan agar roda mampu menggelinding. Bila
anda berdiri di depan sekolah saat ini, anda akan melihat seorang anak berlari karena
sudah dijemput orang tuanya. Si anak memegang erat bapaknya yang menyetir
motor, melaju meninggalkan sekolah yang usai di hari itu. Sementara di sudut
sekolah, tepatnya di ujung lorong, seorang anak mendorong kursi roda temannya.
Ia mampu mendorong tiga kursi roda berurutan. Saat ia selesai mengantarkan satu
teman ke depan maka ia kembali ke belakang untuk mendorong teman yang lain
menuju depan. Terlihat ia sudah biasa melakukannya.
Dari depan sekolah, muncul sebuah bus besar. Tidak biasanya
kendaraan itu parkir di halaman depan. Setelah berhenti beberapa saat, bus itupun
terbuka. Dari dalam muncul belasan siswa dengan seragam sama menuju gedung
sekolah tadi. Di tangan mereka ada sepotong roti dan sebotol aqua. Sepertinya
mereka bukan warga sekolah sini. Mereka seperti berkunjung dan ingin memperhatikan
lebih dekat teman-teman yang ada sekolah Sayap Ibu Difabel (cacat ganda). Rombongan
itu masuk, menuju ruang kantor. Masih belum diketahui apa tujuan mereka dan siapa
yang akan ditemui.
Rombongan disambut oleh koordinator Sayap Ibu Difabel yang bernama
Setyo. “Kami dan semua penghuni panti Sayap Ibu Difabel merasa senang menerima kedatangan
ini. Tidak hanya itu, kedatangan teman-teman dari Jakarta bukan sekedar
berkunjung tetapi juga ingin melihat lebih dekat, merasa-rasakan kehidupan
bersama dengan teman-teman difabel di sini”, Setyo mengawali pembicaraan. Belasan
remaja dari SMPK Tirta Martha BPK Penabur Jakarta ini aktif menyimak dan
sesekali menulis ungkapan yang disampaikan koordinator.
“Anak–anak penghuni disini, memiliki cacat lebih dari satu jenis.
Mereka dididik secara intensif dan diberi latihan untuk berkarya seperti
layaknya siswa biasa. Apa yang bisa dilihat sekarang adalah hasil kerja keras
pembina dan siswa selama beberapa waktu lamanya. Dulu, mereka belum mengerti
keterampilan dan pengetahuan”, tutur Setyo. “Sekarang dapat dilihat beberapa
teman yang memiliki keterbatasan mental dan fisik telah mampu untuk berkarya.
Mereka mampu untuk mengerjakan bengkel sederhana. Mereka mampu mennyanyi dan
memainkan beberapa alat musik di studio. Dalam microfon yang direlay ke seluruh
ruangan, mereka menyuarakan berita dan bernyanyi layaknya penyiar radio.
Seorang pemusik yang bermain drum telah mampu menyabet gelar drummer terbaik
DIY”, tambahnya.
Teman-teman dari SMPK Tirta Marta BPK Penabur Pondok Indah Jakarta
ini termenung melihat mereka. Entah apa yang mereka bayangkan. Namun demikian,
pelukan hangat dan foto bersama menandakan bahwa kebersamaan ini layak untuk diabadikan.
“Pendampingan kepada teman-teman SMPK ini memiliki tujuan agar pertama,
mereka tahu bahwa di tempat lain terdapat anak–anak yang mampu merasa gembira
dalam berbagai situasi. Apapun keadaan yang mereka miliki bukanlah halangan
untuk terus menciptakan harapan dan kegembiraan bersama teman lainnya. Mereka
dan kita patut bersyukur karena kegembiraan itu mampu untuk mengubahkan hidup
menjadi lebih bermakna”, tutur Yohanes Dian Alpasa, salah seorang pendamping
dari Stube HEMAT Yogyakarta, yang menemani perjalanan ke panti.
Siapa yang tidak senang diperhatikan? Siapa pula yang enggan
memperhatikan? Dalam pergaulan ini, saling memperhatikan adalah usaha untuk
menjaga agar kegembiraan itu tidak hilang dari diri kita. Tetaplah bersemangat
karena mereka, yang tinggal di sekolah ini pun mampu untuk bergembira dalam
berbagai kondisi. (YDA)
Komentar
Posting Komentar