Pesona Tanah Sumba
oleh Yoel
Tri Sugianto
Saya, Yoel Tri Sugianto, asal dari Lampung, Sumatera, menjadi
salah satu pengajar bahasa Inggris dan Matematika di sebuah lembaga pendidikan
Practical Education Center (PEC) Yogyakarta. Kegiatan lain yang sedang saya
kerjakan adalah merintis karier di bidang musik dengan membuat lagu dan
rekaman. Kegiatan dan pengalaman tersebut membuat saya terus bersemangat dalam
menjalani hidup.
Stube-HEMAT Yogyakarta, sebuah wadah bagi aktivis dan
mahasiswa untuk mengembangkan kreasi dan mendidik untuk terjun di dunia kerja
nyata menawari saya mengikuti kegiatan Exploring Sumba dengan harapan saya bisa
membagikan kemampuan saya di bidang bahasa Inggris dan menyanyi. Saya tertarik
dan tertantang untuk melakukan kegiatan exploring di Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan
resiko harus meninggalkan pekerjaan di Yogyakarta untuk sementara waktu.
Perjalanan ke Sumba dimulai 12 November 2014 menggunakan pesawat
dan transit di Bali selama 1 malam. Keesokan harinya, 13 November 2014 adalah
awal menginjakkan kaki di tanah Sumba. Saya merasakan sambutan hangat dari
teman-teman Stube-HEMAT Sumba, antara lain Apriyanto Hangga, Yulius Anawaru dan
Bapak Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th., koordinator Stube-HEMAT Sumba.
Kehangatan tersebut tidak berhenti di situ, para mahasiswa yang berada di
Sekretariat Stube-HEMAT Sumba melakukan hal yang sama. Awalnya saya
membayangkan bahwa orang-orang dari Indonesia timur adalah orang yang berwatak
keras dan menyeramkan, namun semua itu dapat terbantahkan dengan sikap mereka
yang luar biasa baik terhadap saya.
Ada banyak pengalaman yang bisa saya dapatkan di tanah Sumba.
Hal pertama saya lihat adalah daerah berbukit-bukit yang dipenuhi oleh bebatuan
dan padang rumput terbentang sangat luas dengan bebasnya kerbau, kuda dan babi
berada di sana. Saya benar-benar menikmati pemandangan tersebut yang hampir
jarang saya temui di tanah Jawa termasuk di tanah kelahiran saya di Lampung. Pengalaman
itu mengingatkan saya pada cerita Alkitab bergambar di sekolah minggu yang
menceritakan keadaan di Yerusalem dengan padang luas dan berbatu yang di
sekitarnya terdapat domba-domba peliharaan. Pemandangan pantai yang indah
dengan pasir putih, air laut yang jernih, langit yang biru dan ditambah dengan
awan putih pun tak kalah menarik. Lukisan indah Sang Kuasa tergambar dengan
jelas di depan kedua mata saya. Begitu luar biasa dan menakjubkan.
Kuasa indah dari Yang Kuasa tidak berhenti di pemandangan indah
tanah Sumba saja, kekayaan alamnya pun begitu luar biasa, salah satunya adalah
‘Bunga Desember’. Bunga Desember di Sumba berbeda dengan di Jawa. Bunga
Desember di Jawa seperti bunga Dandelion yang berwarna merah namun kokoh
sedangkan bunga Desember di Sumba seperti bunga Sakura di Jepang namun warnanya
merah api. Dari hal tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa Indonesia juga
memiliki bunga Sakura meski disebut bunga Desember. Seindah-indahnya
pemandangan dan kekayaan alam di Sumba tetap harus dilindungi dan dilestarikan
karena kerusakan maupun kepunahan bisa saja terjadi.
Hal lain yang saya temukan di Sumba di luar program
Stube-HEMAT Sumba adalah ide dan kreativitas dari penduduk asli Sumba, Anton
dan Dhany. Bagi saya, mereka adalah orang-orang yang unik untuk menginspirasi
banyak orang, dengan berkreasi membuat hiasan unik dari kerang-kerang yang
berserakan di pinggir pantai. Bagi kebanyakan orang kerang-kerang itu dianggap
sampah, namun bagi Anton dan Dhany, mereka memiliki nilai tambah dan menjadi sumber
pemasukan tambahan.
Tidak banyak yang bisa saya bagikan kepada teman-teman muda
di Sumba, dengan segala keterbatasan kemampuan dan skill yang saya miliki, saya
berharap bisa memberi warna dalam kehidupan teman-teman Sumba di Stube yang
selalu bersemangat untuk belajar hal-hal baru. Tuhan memberkati. (YOEL).
Komentar
Posting Komentar