Mengurangi Kekerasan
terhadap Lingkungan
oleh PMK Institut
Teknologi Yogyakarta
Setelah mengikuti pelatihan manajemen konflik “Cerdas Kelola
Konflik” dari Stube HEMAT Yogyakarta, beberapa peserta dari Persekutuan
Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Teknologi Yogyakarta yang dulu bernama Sekolah
Tinggi Teknik Lingkungan (STTL) tertarik melakukan follow up “unik” yaitu
pengurangan kekerasan terhadap lingkungan. Mengapa demikian? Menurut mereka,
kekerasan tidak hanya dilakukan manusia kepada sesamanya, tetapi juga dilakukan
manusia terhadap lingkungan, seperti buang sampah sembarangan bahkan tidak
memilahnya. Seperti apa kegiatannya? Pilihan jatuh pada kegiatan edukasi
lingkungan untuk anak usia Sekolah Dasar. Edukasi lingkungan sangat penting karena
menjadi bekal pengetahuan dasar untuk memahami pentingnya alam bagi manusia. Aksi
insidental selama ini seperti bersih sungai tidak membuahkan hasil, seperti
yang diungkapkan David, Sekretaris PMK ITY, “Saya kaget saat melihat sungai
kotor lagi setelah kami bersihkan sehari sebelumnya”. Kebiasaan buang sampah di
sungai ternyata tetap dilakukan bahkan sehari setelah aksi bersih sungai Gajah
Wong menyambut hari bumi.
Keluguan Anak Menegur Orang Dewasa. Secara psokologis orang
dewasa cenderung menurut jika ditegur anak kecil, contohnya seorang suami atau
ayah belum tentu segera mematikan rokoknya jika ditegur istri, tetapi jika anaknya
yang menegur pasti dia akan langsung mematikannya. Konsep seperti inilah yang
diharapkan tumbuh di kalangan anak-anak, mereka melakukan dan berupaya menegur
siapa saja yang melakukan kekerasan terhadap lingkungan.
Membuktikan Realita. Pergerakan itu mesti didahului alasan
filosofis mendasar maupun pembuktian bahwa anak kecil bisa menjaga lingkungan
bukan isapan jempol. Maka siang itu Jumat (10/4/2015) dengan didampingi Tim
Stube-HEMAT Yogyakarta, rombongan PMK ITY bersama beberapa mahasiswa dari FKIP
UST juga mahasiswa APMD mengunjungi Sanggar Anak Alam (Salam), sebuah sekolah
alternatif yang menitikberatkan pendidikan melalui media lingkungan. Anak-anak
benar-benar diajari bagaimana menjaga lingkungan terbukti dengan adanya Bank Sampah
dan biogas di sekolah tersebut. Teriknya matahari tidak menjadi halangan bagi para
mahasiswa untuk berdiskusi dengan Ibu Wahya (Pengurus Salam). Para mahasiswa
diperlihatkan sebuah film dokumenter yang menceritakan seorang anak kecil
mengurangi timbunan sampah di sekitar SALAM, bahkan mereka juga melarang orang
dewasa membuang sampah di situ dengan memasang “hantu-hantuan”
penjaga.
Kejadian itu menunjukkan sebuah unjuk rasa dibalut keluguan
seorang anak, namun efektif membuat orang dewasa malu akan tindakan yang tidak
ramah lingkungan. Materi diskusi siang itu cukup membakar semangat peserta,
mereka menemukan kemenangan kecil, yang menjadi landasan mereka untuk memulai
edukasi lingkungan ke sekolah-sekolah dasar yang direncanakan akan berlangsung
mulai bulan ini. Martius selaku ketua gerakan ini mengatakan, “Ternyata anak
kecil saja sudah berani menjaga lingkungan, mengapa kita orang dewasa bisa
kalah dengan mereka”. Keakraban siang itu ditutup dengan foto bersama, sambil
berkomitmen masing-masing dalam hati akan terus berjuang menolak kekerasan
terhadap lingkungan. (SRB)
Komentar
Posting Komentar