Ada Apa dengan Laut Indonesia?
Selasa, 28 Juli 2015
Indonesia sebagai negara maritim dengan komposisi 70% wilayah lautan dan memiliki garis
pantai sepanjang 54.716 km memiliki sejuta potensi untuk diperhatikan secara serius oleh pemerintah dan masyarakat guna optimalisasi
sumber daya yang terkandung di dalamnya. Rendahnya kepedulian terhadap lautan,
kesejahteraan sosial di kalangan pekerja laut dan nelayan masih harus terus ditingkatkan dan diperjuangkan. Banyaknya pencurian ikan oleh negara
lain di lautan Indonesia, tidak adanya kebanggaan hidup sebagai nelayan di
kalangan anak muda sebagai generasi penerus dan tidak adanya kurikulum
pendidikan yang menanamkan cinta dunia maritim merupakan ancaman kejayaan
Indonesia sebagai negara maritim.
Sudah selayaknya sebagai bagian dari bangsa ini
Stube-HEMAT Yogyakarta merasa prihatin atas situasi di atas dan turut mendukung
program-program yang menunjang kejayaan
laut Indonesia dengan mengadakan program Ekonomi Kelautan untuk menumbuhkan
kembali perhatian dan kecintaan kaum muda terhadap dunia maritim.
Diawali dengan diskusi kecil pada hari Selasa, 28 Juli
2015 di Sekretariat Stube-HEMAT Yogyakarta, 12
mahasiswa hadir bertukar pikiran dengan Ir. Satimin Parjono, nara sumber yang memiliki pengalaman
mengembangkan dunia kelautan di lingkup DIY, juga perintis
pelabuhan ikan Sadeng, Gunung Kidul.
Sharing pengalaman peserta mengenai dunia laut membuat peserta
diskusi berpikir ulang tentang laut dan kehidupannya. Stenly, mahasiswa dari
Sulawesi bergaul akrab dengan laut karena jarak rumahnya kurang dari 100 m dari laut, seperti halnya Yolan dan Ana dari Sumba,
tetapi beda jauh dengan Riri dan Aby yang tinggal cukup jauh dari laut. Selanjutnya masing-masing peserta diminta mengamati peta Indonesia
dan mengungkapkan apa yang ada dalam benak masing-masing atas wilayah
ini. Beberapa peserta menyebutkan keunikan bentuk pulaunya, kepulauan yang
mirip kapal dan kumpulan pulau di tengah laut dan masih banyak jawaban lainnya.
Ir Satimin Parjono mengungkapkan bahwa interaksinya dengan
dunia maritim berawal dari nol karena awalnya dekat dengan pertanian. Titik balik terjadi saat pindah ke bagian
seksi perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan DIY yang mempelajari pemasaran, perdagangan
dan sosial budaya perikanan. Di bagian ini ditemukan fakta bahwa tingkat
konsumsi ikan penduduk Yogyakarta masih rendah, sekitar 1,6 kg/orang/tahun. Hal
ini tidak
bisa dibiarkan, oleh karena itu Ir. Satimin tergugah pikirannya dan
tertantang bagaimana meningkatkan konsumsi ikan di kota maupun di desa. Berbagai
cara dilakukan, dengan membuka kios ikan di alun-alun utara, demo pengolahan ikan,
penjualan ikan sampai ke pasar-pasar daerah di berbagai kabupaten di DIY. Beliau juga mendapat mandat untuk
melaksanakan pembangunan pelabuhan ikan di Sadeng, di pantai selatan Yogyakarta.
Meskipun mengalami berbagai tantangan, pembangunan bisa diselesaikan dengan
harapan pelabuhan Sadeng diberkahi dan bermanfaat.
Ekonomi kelautan tidak hanya berbicara tentang peningkatan produksi ikan tetapi
mencakup peningkatan taraf hidup pelaku bidang kelautan (nelayan), pengolahan hasil laut
lainnya,
industri pariwisata, konservasi lingkungan dan pendidikan. Diskusi ditutup
dengan komitmen untuk menumbuhkan kembali cinta laut melalui eksposur di kawasan Karimunjawa, Muncar Banyuwangi,
Gunungkidul dan Bantul. (TRU)
Komentar
Posting Komentar