Belajar Keberagaman
di Vihara Mendut
Sabtu, 7 Mei 2016 dua puluhan mahasiswa mengadakan kunjungan
belajar atau eksposur ke Vihara Mendut. Kegiatan ini merupakan rangkaian
program Multikultur dan Dialog Antar Agama yang diselenggarakan oleh
Stube-HEMAT Yogyakarta. Vihara Mendut merupakan salah satu bangunan religi
Buddha di desa Mendut, Magelang, Jawa Tengah. Di dalam vihara, lingkungan cukup
asri dan terjaga dalam kerapiannya, dinaungi pepohonan dan taman dengan
berbagai ornamen dan monumen Buddha, para peserta eksposur terkagum dan merasakan
suasana damai yang kontemplatif ketika memasukinya.
Yohanes menjadi pemandu diskusi eksposur mahasiswa
Stube-HEMAT Yogyakarta dan Bhikkhu Atthapiyo sebagai tuan rumah dengan ramah
memfasilitasi eksposur di Vihara Mendut. Beliau sangat antusias
dan mengapresiasi kehadiran mahasiswa sebagai generasi masa depan untuk
mengenal keberagaman yang ada di Indonesia.
Trustha Rembaka, S.Th., koordiantor Stube-HEMAT
Yogyakarta mengungkapkan rasa terima kasih kepada pihak Vihara Mendut yang
diwakili Bhikkhu Atthapiyo atas kesempatan yang diberikan kepada Stube dan
mahasiswa untuk berdialog dan belajar bersama tentang agama Buddha dan relasi
di tengah masyarakat yang majemuk.
Bhikkhu Atthapiyo memperkenalkan diri dan
mengungkapkan bahwa beliau menjadi Bhikkhu pertama dari Flores, NTT. Umat Buddha
di Indonesia berada di bawah naungan Sangha Theravada Indonesia (STI). Vihara
di Mendut ini mulai dibangun tahun 1970an oleh Bhikkhu Pannavaro. Meskipun di
sekitar vihara tidak ada umat Buddha, keberadaan vihara memberikan manfaat
untuk masyarakat setempat, karena mereka bisa bekerja di lingkungan vihara dan
berdagang di sekitar vihara Mendut.
Aktivitas di vihara Mendut tidak hanya untuk umat
Buddha, tetapi ada yang terbuka untuk masyarakat umum, salah satunya adalah
aktivitas bermeditasi, yang diselenggarakan setiap akhir tahun. Aktivitas ini dilakukan
selama 10 hari dan diikuti bukan hanya oleh masyarakat umum tetapi juga turis mancanegara. Inti dari meditasi adalah melihat
dengan mata batin terhadap dirinya sendiri. Di fase itu seseorang belajar berdamai
dengan dirinya sendiri dan kemudian berdamai dengan orang lain. Seseorang,
sebelum berdamai dengan diri sendiri, ia tidak akan bisa berdamai dengan orang
lain.
Pada kesempatan kunjungan ini, Bhikkhu Atthapiyo
menjelaskan sejarah perkembangan Buddha dari awal dan keberadaannya di
Indonesia sampai saat ini. Lebih lanjut, beliau bercerita tentang Bhikkhu dan
kesederhanaan dalam menjalani kehidupan, mengikis keserakahan, menghapus kebencian
dan memerangi kebodohan batin, dan selanjutnya mewujudkan kehidupan yang
dilandasi empat bahasa kasih: cinta kasih, belas kasih, ikut berbahagia ketika
orang lain bahagia dan keseimbangan batin.
Setelah berdialog, kami berkesempatan berkeliling kawasan vihara dipandu oleh Bhikkhu Atthapiyo. Mahasiswa juga bisa mendengar filosofi kolam air dengan tanaman teratai, dimana di tengah air yang keruh teratai tetap bisa berbunga indah. Patung-patung Buddha banyak menghiasi halaman dengan keindahan dan keunikannya, tergantung daerah dan negara asal seperti India, Thailand dan Myanmar. Pohon Bodhi (ficus religiosa L) dan pohon Sala (shorea robusta) disebut juga cannon ball tree, stupa, tugu Ashoka, lonceng raksasa bisa ditemukan di sana sebelum masuk ke dalam ruang meditasi.
Selamat merenungkan pengalaman baru, bermeditasi
dan menemukan kesadaran bahwa Indonesia kaya akan keragaman. (TRU).
Komentar
Posting Komentar