REFLEKSI EXPLORING SUMBA
Karejoi ma aha naung di oloi ho*
apa yang sudah dimulai harus diselesaikan!
(Bahasa Batak)
Karejoi ma aha naung di oloi ho*
apa yang sudah dimulai harus diselesaikan!
(Bahasa Batak)
Exploring
Sumba merupakan sebuah program Stube-HEMAT Yogyakarta untuk mahasiswa yang
ingin mengenal Pulau Sumba dan berbagi informasi dan pengetahuan yang dimiliki
dengan pemuda-mahasiswa dan masyarakat setempat. Saya merupakan salah satu
peserta yang ikut dalam program ini. Saya bersemangat untuk berangkat karena
termotivasi dari ajakan kakak tingkat di kampus Universitas Mercu Buana
Yogyakarta, yang bernama Elisabeth. Kebetulan, ia pernah ke Sumba dan menjadi
peserta program yang sama. Jadi, saya semakin bersemangat untuk ikut dan ingin
punya pengalaman baru tentang daerah Timur dan tentunya bisa berinteraksi
dengan orang-orang di sana.
Seiring
berjalannya waktu, semakin dekat dengan waktu keberangkatan ke Sumba, saya
semakin penasaran dan tidak sabar ingin segera sampai di Sumba. Tetapi nyali
itu tiba-tiba menciut begitu saja, hanya karena informasi yang saya dapat dari
kakak tingkat saya. Ia bercerita bahwa orang-orang di sana keras-keras dan ada
semacam kebiasaan buruk, yaitu kurang bisa disiplin. Saya percaya saja, karena
saya jumpai hal demikian ketika bertemu beberapa orang-orang dari kawasan timur
yang ada di Yogyakarta.
Dua
hari sejak mendapat berita itu membuat saya seperti tidak ingin berangkat. Tapi
setelah dua hari kemudian saya kembali
semangat karena dapat motivasi dari orang tua saya yang mengatakan dalam bahasa
Batak ”karejoi ma aha naung di oloi ho, tumagon ma maila daripada
paila-ilahon,“ yang artinya apa sudah dimulai harus diselesaikan, lebih
baik malu daripada malu-maluin.
Nasihat
ini membangkitkan kembali semangat saya. Dan apapun cerita tentang Sumba dan
bahkan yang menakut-nakuti sekalipun, saya tidak akan menyerah begitu saja.
Karena kegagalan itu ada karena tidak ada usaha. Tidak ada usaha yang
mengkhianati hasil.
Akhirnya,
setelah berada di Sumba dan berproses selama kurang lebih tiga puluh hari, saya sangat bersyukur akan kesempatan ini. Saya bisa menginjakkan kaki di tanah Marapu tepatnya di usia saya yang genap 23
tahun. Semua itu tidak serta merta ada pada saya, namun saya merasa bahwa ada rencana yang indah yang
sedang Tuhan rancang untuk sebuah perjalanan hidup saya. Awalnya saya takut akan berinteraksi dengan orang
baru, wilayah yang baru dan suku yang baru.
Ternyata ketakutan itu tidak terjadi selama saya di Sumba. Bahkan yang saya rasakan di sana ada kenyamanan dan sifat karakter orang yang penuh dengan kasih. Saya sangat bersyukur mengenal Stube-HEMAT dan bisa menjadi bagian di dalamnya. Semoga ke depannya semakin aktif dan semakin peduli dengan sesama. (Junita).
Ternyata ketakutan itu tidak terjadi selama saya di Sumba. Bahkan yang saya rasakan di sana ada kenyamanan dan sifat karakter orang yang penuh dengan kasih. Saya sangat bersyukur mengenal Stube-HEMAT dan bisa menjadi bagian di dalamnya. Semoga ke depannya semakin aktif dan semakin peduli dengan sesama. (Junita).
Komentar
Posting Komentar