Batik
Anti Terorisme
Profesor Sunarru menggambarkan kehidupan desa di negeri ini yang
memiliki nilai-nilai luhur yang sangat layak untuk ditiru. Nilai-nilai ini
tumbuh dan dikembangkan oleh masyarakat lokal dan tersebar dari Sabang sampai
Merauke. Mereka bersatu dan berikat dalam rangkaian harmoni yang indah.
Nilai-nilai itu seperti terlihat di Keujruen Blang di Aceh, Baralek Kapalo
Banda di Sumatera Barat, Lembaga Adat Sasi di Papua, Lembaga adat Soa di
Maluku, Upacara Adat Negeri Hatu, Lembaga Adat Dalihan Na Tolu di Sumatera
Utara, Adat Wiwitan Pedesaan Jawa, Suku Tengger di Pegunungan Bromo, atau
sedulur Sikep Masyarakat Samin Pegunungan Kendeng. Nilai-nilai ini terpelihara
dalam kehidupan masyarakat lokal Indonesia.
Profesor Noorhaidi dalam paparannya mengklaim bahwa Indonesia
adalah negara terbaik dalam pencegahan dan penanganan terorisme. Amerika dan
Eropa serta Malaysia dan Singapura punya badan sendiri dalam penanganan
terorisme. Badan ini efektif untuk menanggulangi bahaya teror. Indonesia tidak
punya. Keadaan itu membuat masyarakat berinisiatif untuk menanggulangi bahaya
teror dengan cara mereka sendiri. Kekuatan sipil berusaha mengambil peran dalam
usaha pencegahan dan penanggulangan teror. Inilah yang membuat Indonesia
menjadi kuat.
Ibu Farsijana memapar soal Pancasila yang pernah digunakan suatu
rezim untuk melakukan tekanan terhadap masyarakat. Namun, Pancasila tidak
seharusnya diperlakukan seperti itu. Pancasila harus selalu dipakai untuk
mencerdaskan. Hari ini kesaktian Pancasila itu perlahan dirasakan. Masyarakat
tidak lagi menjadi target mobilisasi kepentingan politik. Rakyat dalam jaman
ini dididik dalam cara yang kreatif dengan berorganisasi. Mereka diajak untuk
bekerja dan berproduksi. Dengan organisasi dan berproduksi, rakyat menjadi
yakin bahwa mereka mampu untuk menentukan masa depannya sendiri.
Lalu apa kaitan antara terorisme dengan batik? Ya. Terorisme
mengancam keutuhan negara sementara batik membuat setiap orang bersatu dalam
Republik ini. Bu Aniek selaku pembedah buku memaparkan soal konsep penanganan
radikalisme yang selama ini belum signifikan. Ia menawarkan cara budaya dalam
menanggapi masalah terorisme yang selama ini muncul. Batik menjadi salah satu
alternatif untuk menjaga keharmonisan. Menurutnya, Batik tidak saja berperan
untuk mendokumentasikan nilai-nilai luhur dari ajaran masa lalu, namun Batik
juga bernilai ekonomis dan mengandung nilai pendidikan. Satu batik bisa
dikerjakan oleh dua puluh orang. Bila usaha batik dikelola dengan sungguh maka
akan menghidupi banyak orang di jaman serba sulit ini. Dengan batik, orang
kembali belajar nilai-nilai dan keteladanan. Motif dan corak batik
menggambarkan ajaran tertentu soal perjuangan, keprihatinan, dan kesabaran.
Seperti motif soal wayang Pandawa yang mengisahkan bahwa kebaikan akan mendapat
tempatnya sendiri dalam meraih kemenangan.
Kiranya harapan akan kekuatan budaya untuk menanggulangi terorisme
bisa mewujud dalam sebuah karya, kinerja dan produksi yang menghidupi umat.
(YDA).
Komentar
Posting Komentar