Berpikir global disertai tindakan nyata dan sederhana pada tataran
lokal menjadi semangat banyak orang dan lembaga dalam mengaktualisasikan diri.
Semangat ini mengikis wacana dan pola pemikiran kolot yang terkungkung pada
pemahaman diri sendiri. Berpikir global membuat pikiran terbuka dan tidak
merasa benar sendiri. Selanjutnya pikiran global ini dipakai untuk mendasari
tindakan sederhana pada tataran lokal, dengan kata lain, orang-orang dapat
beraksi nyata di lingkungannya. Berpikir global dan bertindak lokal menjadi
penting karena membuat pikiran semakin bijak dan tidak cepat tersulut api
provokasi.Stube-HEMAT dengan jejaring global terus berupaya bekerja berdasar
isu yang berkembang pada tingkatan global dan nasional.
Forum komunikasi Guru dan dosen Lintas Agama Yogjakarta menjadi
salah satu bentuk aksi nyata menjawab kebutuhan lokal. Sabtu, 5 November 2016,
Sartana, M.Pd, koordinator Forum mengeluarkan undangan terbuka bagi siapa saja
yang bersedia hadir dan diunggah di media sosial oleh seorang pengajar dan
dosen, Subkhi Ridho. Acara bertempat di
SMA PIRI, Jl. Kemuning No. 14, Baciro, Yogyakarta, berlangsung mulai pukul
14.00 WIB dan dihadiri oleh 15 orang yang terdiri dari guru, dosen, dan aktifis
mahasiswa.
Forum ini membahas beberapa agenda yang layak untuk direnungkan
bersama seperti; Pola pemikiran masyarakat yang sebagian masih mudah tersulut
berita provokatif, Perselisihan di tengah masyarakat, serta Metode apa yang
bisa dilakukan untuk tetap merawat ke-Bhinneka-an.
Berita provokatif memang sengaja diunggah dan disebarkan oleh
pihak-pihak tertentu untuk memancing kemarahan publik. Tidak jarang publik
terpancing dan menjadi benci satu sama lain, marah dan kemudian menularkan kebencian kepada yang lain. Namun demikian
masih ada rasa optimis bahwa tidak semua orang dapat terprovokasi dan masih
banyak kelompok masyarakat yang cerdas menanggapi setiap berita dengan
melakukan cek dan ricek.
Diakui dalam forum tersebut bahwa masyarakat terdiri dari berbagai
lapisan yang memiliki perbedaan pandangan dan pemikiran. Kondisi semacam ini
rawan perpecahan. Sekarang ini masyarakat harus dididik untuk sadar bahwa
perbedaan itu bukanlah musuh. Perbedaan ajaran baik internal (satu agama)
maupun eksternal (beda agama) adalah hal biasa. Tak kalah menariknya bahwa satu
agamapun terdiri dari beragam pandangan.
Merawat ke-Bhineka-an rupanya bukan dengan memihak salah satu
kelompok namun mengarahkan yang baik
berdasarkan konstitusi dan hukum. Perbedaan dan kesenjangan bukanlah alasan
untuk memusuhi. Masing-masing yang hadir kemudian bersepakat untuk memulai cara
baru menabur kebaikan dengan media apa pun dan kapan pun. Yang penting sekarang
adalah menabur kebaikan dan tidak memusuhi siapapun. Kita semua adalah saudara.
Demikian hasil diskusi Forum komunikasi Guru dan dosen Lintas
Agama Yogyakarta. Masing-masing pihak dan lembaga ditantang berkreasi menemukan
metode baru untuk memupuk toleransi dan solidaritas masyarakat. (YDA).
Komentar
Posting Komentar