‘Experiential
Learning’ menjadi salah satu metode pembelajaran yang dilakukan Stube-HEMAT
ketika melaksanakan program-programnya. Metode ini memberi nilai tambah kepada
mahasiswa sebagai peserta program, karena mereka dapat berinteraksi secara
langsung dengan pihak-pihak yang ada dan menemukan pengalaman-pengalaman
pribadi yang memberi kesan dan pesan bagi mereka.
Metode
ini diterapkan Stube-HEMAT Yogyakarta dalam program HAM pada 2-4 Desember 2016.
Pelatihan diadakan di
Hotel Cailendra Extension, Yogyakarta dan Live-in bersama Komunitas Sedulur
Sikep di Sukolilo, Pati, Jawa Tengah yang diikuti oleh dua puluh tiga peserta
mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Yogyakarta.
Trustha Rembaka,
koordinator Stube-HEMAT Yogyakarta membuka kegiatan dengan renungan tentang
janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa
yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Kesempatan belajar ini
adalah berkat Tuhan, maka, gunakanlah sebaik-baiknya untuk mengetahui apa yang
baik, mengembangkan diri dan menerapkannya demi kebaikan bersama. Selanjutnya
Trustha memperkenalkan Stube-HEMAT dan menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan, yaitu live-in bersama komunitas Sedulur Sikep.
Dr.
Budiawan, pengajar dari Prodi Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana UGM
memaparkan sejarah singkat masyarakat Samin, istilah lain dari Sedulur Sikep. Diawali oleh Samin
Surosentiko yang melakukan perlawanan terhadap Belanda atas pungutan pajak.
Uniknya perlawanannya dilakukan tanpa kekerasan. Gerakan ini terus berkembang
dan akhirnya Belanda menangkap Samin Surosentiko dan diasingkan ke Sawahlunto,
Sumatera Barat. Meski demikian ajaran Samin ini terus dipegang oleh
pengikut-pengikutnya yang setia bahkan sampai saat ini. Mengenai istilah Samin
sendiri merupakan sebutan dari pihak luar, sedangkan pengikut mereka menyebut
sebagai Sedulur Sikep.
Keesokan harinya, jam
5.30 pagi peserta berangkat menggunakan bus dari Yogyakarta menuju Sukolilo
yang ditempuh hampir lima jam. Sesampainya di Sukolilo, rombongan langsung
menuju ke dusun Bombong, kediaman Gunritno, tokoh Sedulur Sikep di Sukolilo. Sambutan
yang ramah dan bersahabat menjadi ciri khas komunitas ini.
Ariani Narwastujati,
direktur eksekutif Stube-HEMAT Yogyakarta menyampaikan rasa terima kasih karena
para mahasiswa boleh berkegiatan dan mengenal komunitas Sedulur Sikep di
Sukolilo. Kami ingin belajar mengenai sikap hidup, kesederhanaan, kejujuran,
sistem kehidupan masyarakat setempat dan kecintaan terhadap pertanian dan
lingkungan.
Gunritno mengungkapkan
bahwa para sedulur Sikep menerima kedatangan para mahasiswa dan memberi
kesempatan untuk belajar bersama dengan mereka dan mahasiswa bisa menerima dan
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Ia berharap proses belajar tidak
berhenti pada saat Live-in saja tetapi ada tindak lanjut yang dilakukan oleh
para mahasiswa. Ia bercerita tentang prinsip sebagai Sedulur Sikep harus hidup
jujur (pikiran, ucapan, dan tindakan), ora srei, drengki, tukar padu, dahpen
kemeren, mbedog colong (bahasa Jawa). Artinya dalam bahasa Indonesia adalah:
tidak iri, tidak dengki, tidak perang mulut (apalagi berkelahi), tidak menipu,
tidak mencuri, dan selalu berlaku baik dan benar.
Sedulur Sikep sangat
menghormati kehidupan. Kami menghormati Bumi seperti ibu. Bumi adalah Ibu
Pertiwi yang melahirkan hidup dan memberi kecukupan sepanjang masa. Menghormati
dan merawat keseimbangan alam dengan demunung (tidak serakah) adalah kunci
selamat menjalani hidup. ”Sebab kalau tidak, alam akan menata keseimbangannya
sendiri,” ia menjelaskan.
Menata keseimbangan
berarti ‘genepe alam’ (genapnya pranata alam), melalui berbagai bentuk bencana.
”Manusia adalah bagian dari alam. Karena itu harus dandan-dandan (memperbaiki
sikap), supaya jangan ada korban dan dampak lebih besar dari proses itu,”
lanjutnya.
Berbagai cerita menarik
dan pengalaman baru ditemui oleh para peserta yang tinggal di empat lokasi
keluarga Sedulur Sikep. Di rumah mbak Siti di Bombong, peserta menemukan
kemandirian dan peran seorang peremuan yang tangguh, mampu mengerjakan lahan
pertanian dengan baik, dan tak sungkan untuk ikut membangun rumahnya. Di rumah
ini bahan bakar untuk memasak menggunakan biogas dari limbah kotoran sapi yang
dimiliki keluarga ini.
Berikutnya di rumah Ibu
Gunarti di Bowong, selain menemukan tekad komunitas Sedulur Sikep bekerja hanya
sebagai petani, para peserta juga menemukan kenyataan bahwa anak-anak dalam
keluarga Sedulur Sikep tidak bersekolah formal, tetapi dididik dalam keluarga
tentang sikap hidup jujur, rendah hati, tidak sombong, tidak boleh iri dan
tidak boleh mengambil milik orang lain.
Sedangkan di rumah pak
Wargono di Galiran, meski peserta sempat kesulitan berkomunikasi karena
komunitas Sedulur Sikep biasa menggunakan bahasa Jawa. Namun akhirnya bisa
terjalin komunikasi yang dekat. Peserta perempuan berkesempatan belajar
menggunakan kain, karena komunitas Sedulur Sikep punya prinsip bahwa celana
panjang adalah pakaian laki-laki. Peserta menemukan keramahan dan kekerabatan
yang erat ketika berkunjung ke rumah keluarga Sedulur Sikep lainnya di Galiran
Terakhir, peserta yang tinggal di rumah mbah Wargono di Kaliyoso menceritakan pengalaman perjalanan menegangkan menggunakan bus melewati persawahan dan ketika berada di sawah untuk mencabut bibit padi dan ditanam di hamparan sawah yang benar-benar subur dan melimpah airnya. Sebuah anugerah alam yang sudah semestinya dilestarikan keberadaannya.
Dua kelompok yang ada di
Bombong dan Bowong sempat datang ke Omah Kendeng, yang dikenal sebagai tempat
belajar dan pertemuan Sedulur Sikep di Sukolilo. Pada saat itu ada pertemuan
dari berbagai pihak yang membahas perjuangan untuk menjaga pelestarian
pegunungan Kendeng dari ancaman perusakan karena industri.
Pegunungan Kendeng
menjadi sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya karena pegunungan itu
menghasilkan mata air, lahan yang subur, tempat hidup flora dan fauna. Jadi,
sudah selayaknya Pegunungan Kendeng dijaga kelestarian lingkungannya. Salam
Kendeng...Lestari! (TRU).
Komentar
Posting Komentar