Stube-HEMAT merupakan lembaga
pengembangan sumber daya manusia yang berorientasi pada mahasiswa dari berbagai
daerah di Indonesia. Jaringan kerjasama terjalin baik di tingkat nasional
maupun internasional. Kegiatan internasional yang dilakukan diantaranya adalah Eksposur
ke Stube Jerman dan partisipasi dalam International Youth Camp (IYC) di
Wittenberg, Jerman. Eksposur ke Stube Jerman dilakukan untuk meningkatkan
persaudaraan antar pemuda dan aktivis Stube HEMAT Indonesia dan Stube yang ada
di Jerman atas inisiatif ESG (Evangelischen Studierendengemeinden in Deutschland).
Sementara partisipasi dalam IYC merupakan undangan
dari dua lembaga yakni aej/arbeitsgemeinschaft
der Evangelischen Jugend eV (Federasi Pemuda Kristen di Repulik Jerman) dan
ESG.
IYC menjadi salah satu
kegiatan dari peringatan 500 tahun reformasi gereja yang diadakan di
Wittenberg, Jerman pada bulan Juli-Agustus 2017 dan diikuti sekitar 300 peserta
dari 20 negara untuk belajar dan mengenal Martin Luther, sejarah dan
perkembangan reformasi sampai saat ini. Di dalamnya ada aktivitas untuk saling
mengenal budaya dan keberagaman melalui pertunjukan seni, workshop, permainan dan
diskusi kelompok.
Sebagai persiapan
kegiatan tersebut, diselenggarakan pertemuan awal IYC pada 30 Januari s.d. 5
Februari 2017 di Wittenberg, Jerman. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan pertama
antara panitia internasional dengan para koordinator utusan masing-masing
lembaga dari berbagai negara. Stube-HEMAT mengutus Ariani Narwastujati,
Direktur Stube-HEMAT dan Trustha Rembaka, koordiantor Stube-HEMAT Yogyakarta.
Ariani Narwastujati merupakan anggota International Planning Committee IYC dan
Trustha Rembaka sebagai koordinator utusan dari Stube-HEMAT Indonesia.


Pertemuan persiapan ini membahas banyak hal seperti usulan kegiatan selama IYC
yang mencakup aspek ‘dahulu’ (then), ‘now’ (sekarang) dan ‘soon’
(nanti) dan berkaitan dengan ‘head’
(kepala), ‘heart’ (hati) dan ‘hand’ (tangan).’ Adapun usulan workshop mencakup diskusi tentang Martin Luther, acara
rohani, kunjungan kota Wittenberg, olahraga, menyanyi dan permainan kerjasama.
Pembahasan yang tak kalah seru adalah tata tertib, karena IYC menjadi wadah pertemuan
lintas negara yang berbeda budaya dan kebiasaan, maka ada perbedaan cara
pandang dan perilaku yang menjadi kebiasaan setiap bangsa. Hal ini mesti
disadari dan dipahami oleh koordinator
kelompok yang harus menyampaikan hal itu
kepada para anggotanya. Pre-conference ini memberi gambaran yang jelas tentang
IYC, apa saja yang dilakukan, siapa saja pesertanya, bagaimana keadaan
lokasinya, apa saja kegiatan IYC, apa yang harus disiapkan oleh setiap
kontingen dan apa yang akan dilakukan setelah pre-conference.
Untuk memberi gambaran
lokasi yang akan dipakai, para koordinator mendapat kesempatan mengunjungi lokasi perkemahan
yang terletak di bagian utara kota Wittenberg yang saat itu tertutup salju musim
dingin. Namun demikian peserta tetap bisa menyaksikan lokasi yang terhampar luas
dan beberapa gundukan tanah yang
menyerupai bukit-bukit kecil. Dipandu oleh Claudius Weykonath, manajer pelaksana
IYC, peserta mendapat informasi pembagian kawasan perkemahan baik untuk tenda
peserta, kegiatan luar ruang, tenda workshop, layanan umum dan hiburan. Selanjutnya
Annette Klinke (ESG) mengajak peserta berkeliling Wittenberg untuk mengunjungi
Stadtkirche, tempat Martin Luther menyampaikan kotbah-kotbahnya, juga Schlosskirche,
sebuah gereja klasik dari abad pertengahan yang memiliki menara tinggi besar,
dimana Martin Luther memakukan dalil-dalil penolakan terhadap penyelewengan
ajaran kekristenan di pintu gerbangnya. Gereja-gereja tersebut tetap terawat baik
sampai saat ini.
Meskipun belum semua bisa
hadir, beberapa koordinator lembaga yang datang saat itu diantaranya adalah Wilfredo
(Argentina), Chun Yung (Taiwan), Arpad (Rumania), Fadi (Palestina), Jeno
(Romania), Carmen (Germany), Gottfried (Germany), Heidrun (Germany), Matthias
(Germany), Sandra (Portugal), Jean Bosco (Rwanda), Yana (Rusia), Lena
(Germany), Nadine (Germany), Ulrike (Germany), Hannan (Palestine), Hafeni
(Namibia), dan Hans Ulrich (Germany). Hal yang menarik adalah meskipun baru bertemu, rasa
kebersamaan dan kehangatan relasi dapat dirasakan oleh masing-masing peserta.
Sebelum kembali ke
Indonesia, Ariani dan Trustha bersama Annette Klinke bertemu dengan Dirk
Thesenvitz (direktur
aej) dan Kathleen
Schneider-Murandu dari BfDW, salah satu jejaring Stube di Berlin. Sophieneck, sebuah restoran khas makanan Jerman,
menjadi salah satu tempat untuk melewatkan malam di kota ini selain sejarah tembok
Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur.
Sungguh sebuah pertemuan
yang membuka perspektif bahwa keberagaman adalah kenyataan di muka bumi ini dan
terwujudnya relasi antar bangsa khususnya anak muda yang dilandasi sikap saling
menghargai merupakan upaya untuk mewujudkan perdamaian. (TRU).
 |
Ariani memandu sesi introduction peserta |
 |
Trustha mempresentasikan gagasan kelompok |
 |
Ariani memandu salah satu FGD |
Komentar
Posting Komentar