Stube-HEMAT Yogyakarta
mendampingi kegiatan keakraban remaja pemuda GKJ Panggang, Gunungkidul yang
diadakan di pantai Gesing, Gunungkidul pada hari Senin-Selasa, 27-28 Maret 2017
bertema ‘Aku dan Gereja’. Pendampingan yang merupakan tindak lanjut atas kerinduan
melayani gereja pascapelatihan Christianity ini, bertujuan: 1) merealisasikan
kegiatan pascapelatihan, khususnya pelatihan Christianity, 2) anak muda gereja
mengetahui sejarah kekristenan dan gerejanya, 3) relasi dengan gereja lokal
semakin erat, dan 4) melayani dalam rangka pemberdayaan jemaat gereja lokal.
Gereja Kristen Jawa (GKJ)
Panggang berada di desa Girisekar, kecamatan Panggang, kabupaten Gunungkidul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sekitar 40 km dari pusat kota Yogyakarta
dan bisa ditempuh dalam waktu 60 menit. Pada tahun 2009 gereja ini mendewasakan
diri dari GKJ Paliyan dan memiliki 269 orang jemaat yang tersebar di empat
pepanthan, yaitu Girisekar, Girimulyo, Giriharjo dan Giripurwo. Saat ini GKJ
Panggang dilayani oleh seorang pendeta, yaitu Pdt. Subagyo, S.Th.
Di acara yang diikuti dua
puluh empat peserta, Trustha Rembaka, koordinator Stube-HEMAT Yogyakarta
membagikan sejarah kekristenan masuk ke Indonesia dan sampai di Panggang,
Gunungkidul. Ia menggunakan metode kreatif dan games kelompok sehingga peserta
antusias mengikuti sesi dengan menyusun kartu-kartu yang berisi tahapan sejarah
gereja, seperti masa pelayanan Yesus, Pentakosta, masa pelayanan rasul-rasul,
reformasi gereja sampai masuknya kekristenan di Indonesia. Metode ini mendorong
mereka berdiskusi dan berpendapat saat membahas urutan kronologis tahapan
sejarah gereja.
Setelah itu aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta mendampingi peserta berdialog untuk menemukan aktivitas-aktivitas apa saja yang diminati anak muda. Mereka memainkan tiga peran yang berbeda, antara lain sebagai majelis, pengurus remaja dan anggota remaja. Ternyata, meskipun muda mereka bersemangat dan aktif melalui ungkapan pendapat mereka tentang apa yang harus dilakukan anak muda gereja dan berbagai usulan kegiatan, antara lain memulai kembali persekutuan remaja, mengasah talenta menyanyi, memainkan alat musik dan menari, melayani di gereja dan mengadakan outbond.
Hari berikutnya team
Stube-HEMAT Yogyakarta memfasilitasi dinamika kelompok melalui tiga jenis
permainan. Elisabeth dan Trustha memandu permainan kerjasama ‘Participation’ di
mana peserta memindah bola secara estafet menggunakan belahan bambu dari titik
awal ke dalam gelas. Peserta belajar bagaimana bekerjasama dan ikut ambil
bagian dalam suatu aktivitas.
Berikutnya Wilton dan Sipry memandu permainan ‘Water Relay’ di mana peserta memindah air di nampan melalui atas kepala dan menjaga supaya airnya tidak tumpah ke anggotanya. Peserta belajar cermat dan berhati-hati dalam bertindak dan melindungi anggotanya.
Sedangkan Redy dan Sarloce memandu permainan ‘Walking in the dark’ di mana peserta harus melewati daerah tertentu dengan mata tertutup. Satu orang dari kelompok dipilih untuk memberikan arahan ke mana anggota akan melangkah. Peserta belajar menjadi pemimpin yang mengarahkan anggota dan sebaliknya, anggota jeli mendengarkan arahan dari pemimpin.
Berikutnya Wilton dan Sipry memandu permainan ‘Water Relay’ di mana peserta memindah air di nampan melalui atas kepala dan menjaga supaya airnya tidak tumpah ke anggotanya. Peserta belajar cermat dan berhati-hati dalam bertindak dan melindungi anggotanya.
Sedangkan Redy dan Sarloce memandu permainan ‘Walking in the dark’ di mana peserta harus melewati daerah tertentu dengan mata tertutup. Satu orang dari kelompok dipilih untuk memberikan arahan ke mana anggota akan melangkah. Peserta belajar menjadi pemimpin yang mengarahkan anggota dan sebaliknya, anggota jeli mendengarkan arahan dari pemimpin.
Pdt. Subagyo, di akhir
acara mengungkapkan, “Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada
Stube-HEMAT Yogyakarta atas kerjasama pendampingan ini. Di satu sisi kegiatan
remaja gereja sedang vakum dan kami sedang mencari fasiltator kegiatan untuk
mereka, di sisi lain Stube-HEMAT Yogyakarta menawarkan berkegiatan di sini.
Jadi ini seperti istilah Jawa ‘tumbu oleh tutup’ (wadah dan tutupnya) dan saya
percaya Tuhan yang bekerja. Selain itu, majelis gereja sangat terbantu dan
remaja pemuda menemukan semangat baru melalui materi dan aktivitas yang mereka
ikuti di acara ini. Kami berharap kerjasama bisa terus terjalin.”
Benarlah adanya bahwa
kerjasama akan mendorong terwujudnya interaksi dan di dalam interaksi ada
proses saling mengenal dan saling belajar sehingga muncul pembaharuan dan
kemajuan. Anak muda, teruslah berinteraksi dalam semangat kebersamaan. (TRU).
Komentar
Posting Komentar