Dalam seminar ilmiah yang diadakan di kampus STPMD “APMD” 29 April 2017
sebuah tema diangkat untuk diketahui oleh khalayak umum. Tema tersebut mudah
diucapkan, “Crime Against Humanity
(Kejahatan terhadap kemanusiaan) dan Genosida”, tetapi sangat sulit dalam
kenyataan.
Sepintas, kejahatan terhadap kemanusiaan dan Genosida bermakna sama, yaitu pemusnahan
terhadap kemanusiaan dan bertautan erat dengan pelanggaran HAM, tapi jika
ditelisik lebih dalam, kedua istilah tersebut memiliki arti masing-masing. Kejahatan terhadap
kemanusiaan memiliki korban yang berasal dari penganut ideologi dan paham
politik tertentu, contoh pembantaian terhadap Kulak (petani kaya dalam bahasa Rusia) oleh rezim Stalin yang
memaksakan konsep sosialisnya.

Mencegah Pengulangan
Mempelajari
sejarah masa lalu bukan saja menambah ilmu, tapi juga sebagai pengingat bagi
generasi masa depan agar tidak mengulangi kesalahan fatal di masa lampau.
Seiring berjalan waktu bukan tidak mungkin kasus pembantaian besar-besaran bisa
terulang, sebab hanya satu negara di dunia yang memasukkan korban politik ke
dalam korban genosida, sehingga negara ini dapat meminimalisir korban ketika
terjadi pergolakan politik.
Mengapa
demikian? Sebab kerangka penindakan pada kasus kekerasan terhadap kemanusian
(yang dipakai pada korban politik) memiliki fokus hanya pada pengakuan korban,
sehingga efek jera untuk pelaku di akar rumput tidak berdampak signifikan. Tapi
genosida memiliki fokus dari perspektif pelaku maka dapat diketahui apa niat
dan motifnya. Dari situlah tindakan pencegahan terhadap pewarisan niat pada anak cucunya dapat dilakukan.

Seminar siang
itu memberi pengetahuan baru yang praktis bagi pemuda saat ini, bahwa apapun
motif dan niatnya, pelanggaran HAM berat mesti ditindak agar terjadi
rekonsiliasi antara pelaku dan korban, terutama sebagai garansi tidak
berulangnya kejadian serupa di masa depan. (SRB).
Komentar
Posting Komentar