Mudahnya mengakses informasi,
digunakan oleh beberapa oknum untuk menyebarkan isu sara & berita ‘hoax’.
Jika anak muda tidak dibekali dengan pengetahuan yang mumpuni dan sikap yang
kritis maka mereka dengan mudahnya dapat diperdaya. Sebab saat ini banyak
sekali berita ‘hoax’ yang bertebaran di media. Melihat perlunya penguatan daya
pikir dan sikap kritis mahasiswa dan anak muda, Stube-HEMAT Yogyakarta kembali mengadakan
pelatihan Studi Perdamaian: Manajemen Konflik & Resolusi. Pelatihan ini
diadakan di Ngesti Laras Hotel Kaliurang (8-10/9) dengan jumlah peserta 42
orang.
Dalam pelatihan ini Stube mengusung
tema “Melawan Kegagalan Bereaksi”. Tujuan dari pelatihan ini agar peserta
mendapatkan pengetahuan tentang studi perdamaian, bagaimana mengelola konflik dan
memberi resolusi. Peserta juga memiliki pemahaman dan keberanian melawan
terorisme serta radikalisme, juga mampu menganalisa aktor-aktor yang terlibat
untuk mengupayakan resolusi damai.
Sesi pertama dibuka dengan perkenalan
secara umum tentang Stube-HEMAT Yogyakarta oleh Direktur Eksekutif Stube-HEMAT
Indonesia, Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd. Sesi dua membawa peserta untuk
paham dengan teori dasar Manajemen Konflik oleh Sarloce Apang, S.T &
Trustha Rembaka, S.Th. Rudyolof I.M. Pinda, S.Sos. Dari pemaparan yang
disampaikan, peserta diajak memahami dan mampu menganalisa konflik, menemukan
orang kunci dari konflik yang terjadi, bahkan belajar untuk memunculkan konflik
di permukaan agar terlihat dan dapat menemukan
solusi dari konflik tersebut.
Fasilitator-fasilitator yang ahli
di bidangnya turut melengkapi tiga hari pelatihan ini. Yoga Khoiri Ali, MA dari Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Daerah Istimewa
Yogyakarta memberi pemahaman
tentang bagaimana pihak luar berusaha menguasai Indonesia dengan berbagai
taktik, salah satunya isu Agama. Isu ini benar-benar 'dimainkan' agar kita terpecah belah. Dari hasil penelitian tenyata pemicu
konflik terbesar di daerah equator termasuk Indonesia adalah krisis energi. Isu
agama sengaja dimainkan untuk menciptakan konflik di mana-mana sebagai pengalihan
sedang terjadinya perebutan energi secara besar-besaran.
Sebagai bekal penting untuk cerdas
menghadapi isu sara dan hoax di media, Rifqiya Hidayatul Mufidah dan Sarjoko dari Gusdurian
melengkapi pemahaman para peserta. Rifkia memaparkan materi tentang apa itu
Komunitas Gusdurian dan apa saja yang mereka lakukan. Sarjoko memberi pemaparan
penting bagaimana media benar-benar membodohi kita dengan berita ‘hoax’ dan isu
sara yang memang sengaja dibuat tergantung permintaan. Satu kali menerbitkan
isu tersebut mereka dapat meraup rupiah yang terbilang sangat besar jumlahnya.
Sedangkan sebagai konsumen dari berita ‘hoax’ tersebut kita hanya bisa saling
menyalahkan dan bahkan mencaci satu sama lain.
Sabtu malam peserta melakukan role
play. Role play yang dimainkan adalah bagaimana peserta mampu menjadi seorang
mediator yang cerdas dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di sekitar mereka.
Konflik yang diangkat oleh panitia dan dimainkan oleh peserta adalah Taxi/ojek
Online Vs Taxi/ojek Konvensional, Full-day School & PERPPU Ormas.
Pelatihan ini ditutup dengan rencana
tindak lanjut. Harapannya setelah mengikuti pelatihan selama tiga hari dua
malam ini, mereka mampu berbagi dengan teman-teman, komunitas, kelompok atau
dimana saja mereka berada. Rencana tindak lanjut akan menjadi bukti nyata bahwa
anak muda tidak hanya diam, mereka tidak akan gagal bereaksi sebab mereka sudah
mendapatkan informasi yang valid sehingga mampu menjadi agen perdamaian bagi
Indonesia dan dunia. (SAP).
Komentar
Posting Komentar