India merupakan salah satu negara tetangga Indonesia yang memiliki
perkembangan teknologi informasi yang pesat yang diperhitungkan dunia. Hubungan kerjasama dan solidaritas
antar kaum muda kedua Negara yang terletak di kawasan Asia ini diharapkan bisa terjalin
dan memberi kontribusi pada Negara masing-masing demi tercapainya tujuan pembangunan internasional, sebagaimana
tertuang dalam SDGs,
Sustainable Development Goals. Tentu saja, Negara dengan penduduk terbesar no 2
dunia ini juga memiliki permasalahan sosial dan budaya dalam kehidupan
masyarakatnya.
South to South Exchange Program
to India yang
didukung sepenuhnya oleh Ecumenical Scholarship Program-Brot-fuer-Die Welt,
Jerman, pada 19-27
Desember 2017 dilaksanakan untuk mendukung hal-hal tersebut di atas,
khususnya memfasilitasi bertemunya kaum muda dari dua negara tersebut. Delapan peserta dari Indonesia yang terdiri
dari, Bambang Sumbodo, Ariani
Narwastujati, Trustha Rembaka, Yohanes Dian Alpasa, Indah Theresia, Elisabeth
Uru Ndaya, Jimmy Nover Putu dan Anggita Getza Permata mengikuti
kegiatan diskusi dan eksposur bersama Student Christian Movement di India (SCMI).
Bangalore,
Kota ini
menjadi titik awal dari semua kegiatan mulai dari penyambutan, pengenalan
satu sama lain, dan sesi
Rev. Godson, pendeta Gereja Methodist di India, yang meneliti manfaat pohon
palem/lontar (B.
Flabellifer). Pohon ini dikenal sebagai tanaman tuak, lontar atau siwalan
di Indonesia. Dalam dialog
dengan mahasiswa,
Stube HEMAT memaparkan kegiatan dan dinamika melayani anak muda Kristen di
Indonesia. Selanjutnya
aktivis SCM India memaparkan SCMI sebagai organisasi oikumenis pemuda tertua di
India karena dibentuk sejak 1912 dan tentu berpengalaman melayani kaum muda di
India berdasar kasih Kristus kepada setiap umat manusia. Aktivitas SCMI ada di
tiga belas wilayah di India dari tingkat unit lokal di kampus, gereja dan kota,
wilayah dan nasional.
Komunitas Ahmadiyya
Bangalore memberi kesempatan kepada peserta berdialog antar iman. Aliran
ini sering mengadakan kegiatan sosial dan kerja
sama dengan komunitas multikultur lainnya di kota ini
karena mereka ingin menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh cinta kasih
untuk umat manusia di dunia, bukan aliran radikal yang identik dengan terorisme.
Mysore,
Dalam
perjalanan menuju Mysore, masih dalam lingkup Karnataka, peserta Indonesia-India
mengunjungi kuil Sri Nimishamba di mana pengunjung wajib melepas alas kaki bahkan saat masih di halaman. Ada satu papan
pengumuman yang menarik di
sini berkaitan batasan
penggunaan plastik di area kuil.
Istana musim panas Sultan Tippu menjadi kunjungan berikutnya.
Dibangun tahun 1784,
istana ini tetap terjaga keasliannya
sama halnya dengan Gereja
Katholik St. Filomena yang megah dan terawat.
Sri
Chamarajendra Zoological Garden merupakan kebun binatang yang luas dan teduh,
tempat Sultan Tippu memelihara hasil buruannya. Kebun
binatang ini juga melakukan kontrol ketat atas penggunaan botol plastik minuman
yang dibawa pengunjung.
Akhirnya,
Amba Vilasa palace, istana Sultan Tippu yang megah dengan pilar-pilar raksasa,
pintu berukir dan lukisan di langit-langit istana menyambut ribuan wisatawan
yang dibuat tercengang-cengang oleh keindahan bangunan dan benda-benda
peninggalannya.
Ooty,
Kota ini
berada di dataran tinggi
di negara bagian Tamil Nadu, India bagian selatan. Perjalanan bus dari Bangalore ke
Ooty yang biasanya 7 jam menjadi 12 jam karena kemacetan lalulintas. Jalanan yang
ditempuh lurus
dan berkelok-kelok
melewati kota, pedesaan,
ladang dan taman nasional Bandipur dan Mudumalai.
Ooty yang terletak lebih dari 300 km selatan Bangalore menjadi tujuan wisatawan karena memiliki tempat-tempat menarik seperti kebun teh, danau, pembuatan coklat dan penyulingan eukaliptus. Banyaknya pengunjung dengan kendaraan roda empat di jalan sempit dan berkelok dengan kiri tebing kanan jurang di perkebunan teh menyebabkan kemacetan total. Kawasan ini perlu ditata ulang sarana jalan dan daya dukung kawasannya.
Ooty yang terletak lebih dari 300 km selatan Bangalore menjadi tujuan wisatawan karena memiliki tempat-tempat menarik seperti kebun teh, danau, pembuatan coklat dan penyulingan eukaliptus. Banyaknya pengunjung dengan kendaraan roda empat di jalan sempit dan berkelok dengan kiri tebing kanan jurang di perkebunan teh menyebabkan kemacetan total. Kawasan ini perlu ditata ulang sarana jalan dan daya dukung kawasannya.
Hosur,
Kehidupan masyarakat
pedesaan India menjadi pembelajaran berikutnya dengan
mengunjungi Hosur,
sebuah kota kecil di negara bagian Tamil Nadu, 45 km timur Bangalore. Rev. Sudhakar Joshua,
pendeta CSI (Church of South India) di
Hosur menjemput dan
memandu peserta Indonesia-India berkunjung ke sebuah gereja desa yang dibangun pada
tahuin 1908, yang
masih masih digunakan
sampai sekarang. Beberapa perabotan dan prasasti menunjukkan usia tua gereja
ini.
Ada keunikan yang
ditemukan ketika mengunjungi sebuah rumah penduduk di desa Edayanallur, mereka
menyiram halaman rumah dengan air campuran kotoran sapi agar rumah steril dari
serangga. Mereka antusias menyambut dan berdialog meski baru pertama bertemu. Selain
itu mereka juga menunjukkan kebun mawar yang menjadi mata pencaharian salah
satu keluarga di situ. Meski mereka tinggal dalam keterbatasan, mereka tetap
memiliki pengharapan untuk kehidupan di masa mendatang.
Sungguh sebuah perjalanan yang menginspirasi untuk terus menjaga
kehidupan dalam harmoni. (TRU).
Komentar
Posting Komentar