Ada suasana yang berbeda di
hari Sabtu, 5 Mei 2018 di salah satu gedung Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Beberapa anak muda dan mahasiswa dari berbagai daerah dan
latar belakang studi berkumpul dalam acara KAMU BELA HAM. Acara apakah itu? Ya,
KAMU BELA HAM (KA-um MU-da BELA-jar HAM) merupakan workshop yang diinisiasi
oleh Amnesty International Indonesia (AI) dan Social Movement Institute (SMI) untuk
memperkenalkan dasar-dasar Hak Asasi Manusia (HAM) kepada kaum muda dan
membangun kepedulian dan kepekaan generasi muda terhadap HAM di lingkungan
mereka.
Partisipasi Stube-HEMAT Yogyakarta
dalam workshop ini merupakan bagian dari rangkaian panjang sejak Desember tahun
lalu sebagai jejaring Amnesty International Indonesia dan Social Movement
Institute di Yogyakarta. Sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dari berbagai
daerah di Indonesia yang kuliah di Yogyakarta, Stube-HEMAT Yogyakarta melihat
pentingnya kaum muda memahami HAM dan implementasi sehari-hari sehingga Stube mengutus
Wilton Paskalis dan Robertus Ngongo, keduanya mahasiswa dari Sumba yang aktif
dalam kegiatan Stube-HEMAT Yogyakarta menjadi peserta dalam workshop.
Di awal workshop, Eko
Prasetyo, SH., dari SMI memaparkan gambaran umum HAM menurut Deklarasi Umum Hak
Asasi Manusia (DUHAM), yang mana HAM merupakan hak yang melekat pada seseorang
dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun dan atau dalam bentuk apa pun.
HAM ini sangat sensitif, mengapa? Karena berhubungan erat dengan kehidupan tiap
individu atau kelompok. Bukan berarti bertindak semaunya, tanpa etika atau moral,
tapi pada kebebasan mendapat pendidikan, berpendapat, meningkatkan kualitas
hidup, menikmati alam bebas dan sebagainya tanpa ada ikatan yang membatasinya. konsep
HAM menurut DUHAM telah disepakati oleh semua negara, namun realitanya belum berjalan
sesuai dari yang telah disepakati.
DUHAM ini adalah respon
dari Perang Dunia II yang mengakibatkan bencana kemanusiaan, sehingga muncul
gerakan dari berbagai negara yang bergabung di PBB dan menghasilkan DUHAM pada
10 Desember 1948. Nilai-nilai dasar DUHAM memuat kemajuan kebebasan, keadilan,
perdamaian dan mengembangkan pengakuan universal dan penghormatan HAM yang terangkum
menjadi 30 pasal yang mencakup: (1) hak sipil, politik,
ekonomi, sosial dan budaya; (2) pengakuan martabat
yang melekat pada semua manusia yang tidak dapat dicabut sebagai dasar bagi kebebasan,
keadilan dan perdamaian dunia; (3) adanya pengakuan
universal bahwa HAM berlaku bagi semua manusia; (4) memajukan penghormatan atas HAM melalui pengajaran dan pendidikan serta
upaya progresif baik secara nasional, maupun internasional. Salah satu contoh kasus
internasional adalah pendudukan Israel atas tanah Palestina, sehingga
orang-orang Palestina mengalami intimidasi, pembatasan akses dan kesulitan
dalam menjalani hidup sehari-hari.
Pemaparan HAM dan
relevansinya di Indonesia dan kaum muda diungkapkan oleh Sri Muhyati, yang
menyatakan bahwa HAM relevan dengan Indonesia dan kaum mudanya. HAM sebagai
cita-cita kemerdekaan, dijamin konstitusi UUD 1945, sesuai dengan hak-hak dasar
yang wajib dipenuhi dan dilindungi negara. HAM sebagai cita-cita proklamasi
kemerdekaan dan termuat dalam pasal-pasal dan pembukaan UUD 1945. Hidup sebagai
manusia dan bangsa terjajah pernah dialami Indonesia, yang mana bangsa dan
rakyat Indonesia kehilangan hak hidupnya. Perjuangan kemerdekaan Indonesia
adalah perjuangan HAM karena mengembalikan martabat manusia. Abdurrahman Wahid,
yang dikenal dengan Gus Dur, tokoh bangsa dan mantan presiden Republik
Indonesia mengungkapkan ‘memanusiakan manusia’, artinya manusia harus dimuliakan, namun realitanya masih
perlu diperjuangkan. Pelanggaran HAM di Indonesia pernah terjadi saat peristiwa
1965, ketika orang-orang ditangkap dan dihukum tanpa pengadilan, penyiksaan
fisik dan psikis.
Amnesty International
sendiri merupakan organisasi nirlaba yang berdiri sejak 1960 yang dirintis oleh
Peter Benenson, seorang pengacara di Inggris. Saat itu ia mengetahui ada dua
mahasiswa Portugis yang bersulang untuk kemerdekaan. Ia menulis surat pembaca
ke surat kabar dan akhirnya ditanggapi secara luas menuntut pembebasan hak-hak
mereka. Sedangkan Amnesty International berdiri di Indonesia sejak Desember
2017. Fokus Amnesty International fokus pada gerakan global kampanye
perlindungan HAM.
Workshop KAMU BELA HAM ini
menjadi bagian pengenalan dasar-dasar HAM kepada kaum muda dan titik awal
gerakan baru kesadaran terhadap HAM di Yogyakarta, karena ribuan anak muda dari
berbagai daerah di Indonesia datang ke Yogyakarta untuk belajar, sehingga
pembelajaran HAM menjadi penting bagi mereka sebagai bekal ketika menempuh
studi mereka di Yogyakarta dan saat kembali di daerah asalnya masing-masing.
(Wilton Paskalis dan Robertus Ngongo).
Bravo Umbu Wilton. Semoga pelaku keadilan HAM di Indonesia lebih baik dari yang lalu-lalu.
BalasHapus