Hand in Hand For A Better World
Wisma Pojok
Indah, 27-29 Juli 2018
Kehadiran mahasiswa internasional yang
tergabung dalam pelayanan ESG dan Stube Jerman, membuat pelatihan Stube HEMAT
kali ini berbeda. Pelatihan
Nilai-nilai Barat dan Timur dengan tema ‘Hand in Hand for A Better World’
menjadi pengalaman baru bagi peserta dari Indonesia karena mereka bisa
berinteraksi langsung dengan mahasiswa dari Jerman dan berbagai negara seperti Nepal, Kamerun, Kuba,
Kolombia, Georgia, Ekuador yang kuliah di Jerman dan saat ini
mengikuti program pertukaran mahasiswa.
Ariani Narwastujati,
Direktur Eksekutif Stube-HEMAT memaparkan Stube-HEMAT sebagai lembaga
pendampingan mahasiswa yang memperlengkapi mahasiswa dengan berbagai kegiatan
untuk mencapai visi terwujudnya kesadaran manusia, khususnya mahasiswa dan
pemuda untuk memahami masalah di sekitarnya. Selanjutnya
jejaring internasional Stube-HEMAT, Annette Klinke dari ‘Evangelische Studierenden
Gemeinde (ESG)’ memaparkan
ESG sebagai wadah untuk mahasiswa yang kuliah di Jerman dan memiliki berbagai
kegiatan seperti persekutuan, diskusi dan kunjungan. Tidak jauh
berbeda, Esteban Guevara, koordinator Stube
Berlin mengenalkan STUBE Berlin sebagai program pembangunan pendidikan yang memiliki
kegiatan diskusi, pertemuan akhir minggu dan seminar sehari tentang pembangunan
berkelanjutan, lintas budaya, pendidikan dan kerjasama mahasiswa dari negara-negara
bagian selatan.
Topik Nilai-nilai Barat dan Timur menjadi menarik karena lahir
dari perbedaan pesepsi
yang berkembang di tengah masyarakat. Amalinda Savirani, Ph.D, ketua Departemen
Politik dan Pemerintahan program Pascasarjana Fisipol Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta memaparkan bahwa sebenarnya istilah Barat dan Timur itu belum tentu
tepat karena Barat dan Timur itu sendiri berkaitan dengan persepsi dan
pemahaman yang sudah ditanamkan sebelumnya. Ia juga mengungkap adanya dua
pandangan tentang nilai-nilai. Pertama, nilai-nilai
dianggap alami
dan sudah ada sejak
awal. Kedua, nilai-nilai itu dipelihara dan kemudian dikembangkan. Ketika seseorang lahir, ia sudah
berada dalam lingkungan nilai-nilai, tetapi akan berubah seiring perkembangan
usia, jaman dan pengalaman. Hal ini membuat nilai-nilai menjadi berbeda di suatu kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat yang lain. Nilai-nilai menjadi bersifat lokal karena
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat. Namun demikian ada
nilai-nilai universal yang menjadi kesepakatan bersama dan mesti terus dikampanyekan,
seperti kemanusiaan, kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Di
pelatihan ini empat mahasiswa internasional membagikan pengalaman mereka,
seperti Hannah Eichberg, mahasiswa Jerman
yang kuliah Teologi Protestan di Universitas Hamburg mengajak peserta
merefleksikan kembali sikap nasionalisme dan kecintaan terhadap negeri. Ini penting
namun tidak terjebak pada nasionalisme sempit. Onno Hofmann, juga dari Jerman dan kuliah di jurusan Teologi
Protestan mengurai kaitan agama dengan nilai-nilai di masyarakat. Kemudian, Prapti Maharjan, mahasiswa dari Nepal
yang kuliah di Universitas Teknik Berlin mendiskusikan isu kelapa sawit di
Indonesia. Kelapa sawit memang menjadi primadona perkebunan di kawasan Sumatera
dan Kalimantan karena menjadi sumber mata percaharian penduduk setempat.
Kemudian, minyak sawit menjadi salah satu bahan pembuatan berbagai produk yang
dikenal secara global. Namun di sisi lain, maraknya perkebunan sawit memicu
pembukaan lahan yang mengancam keragaman hayati, kebutuhan air tanah dan
konflik atas penggunan lahan. Ini menjadi pemikiran bersama tentang kelapa
sawit dan minyak sawit, tidak saja memikirkan manfaatnya tetapi dampak
lingkungannya. Carlos Tamayo,
mahasiswa Kuba yang sedang studi bidang ekonomi mengingatkan pentingnya kemampuan komunikasi lintas budaya
di era global. Menurutnya, kemampuan ini
penting dimiliki oleh seseorang karena akan membantu beradaptasi dengan lingkungan baru, mengambil sikap dan menyelesaikan tanggung
jawab.

Di akhir
pelatihan, koordinator Stube HEMAT Yogyakarta, Trustha Rembaka,
mendorong peserta untuk secara mandiri dan
proaktif menindaklanjuti pengalaman yang mereka dapatkan selama pelatihan,
seperti membagikan pemahaman baru tentang nilai-nilai kepada mahasiswa yang
lain, organisasi dan komunitas yang mereka ikuti.
Nilai-nilai di masyarakat bisa berbeda karena negara, daerah, dan budaya, namun nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan,
kehidupan dan kesejahteraan manusia tetap menjadi nilai-nilai universal dan
pemersatu untuk selalu bergandengan tangan menciptakan dunia yang lebih baik. (TRU).
Komentar
Posting Komentar