Batik Tulis : Tentang Rasa dan Kreativitas


Batik Tulis:
Tentang Rasa dan
Kreativitas



Pembuatan batik tulis mengharuskan untuk teliti dan sabar. Menyelesaikan proses dari tahap ke tahap dengan mengikuti prosedur yang ada. Tahapan-tahapan tersebut menjadikan suatu keharusan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Tak lupa melibatakan rasa dan kreatifitas untuk menghasilkan seni yang bagus.

Tulisan ini lebih menfokuskan kepada alat dan bahan yang digunakan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam batik tulis adalah kain, canting, lilin, saringan, pewarna, gawangan, ring/midangan, pensil, penggaris, cawuk (sejenis seng tumpul untuk mengerok lilin) dan gawangan (untuk meletakan batik).

Canting merupakan sebuah alat yang digunakan mengambil lilin cair di dalam wadah untuk membuat motif pada kain. Alat ini memiliki tiga bagian utama yaitu nyamplung, cucuk dan gagang. Nyamplung merupakan tempat menampung cairan malam (lilin) yang terbuat dari tembaga. Cucuk merupakan tempat keluarnya malam, dan Gagang merupakan tangkai canting yang biasanya terbuat dari bambu atau kayu. Tidak hanya sekedar sebagai alat pembuat motif, canting juga memiliki filososi pada bagian-bagiannya.

Tiga bagian utama dari canting ini memiliki arti. Gagang menggambarkan pondasi yang kuat berupa keimanan kepada Tuhaan Yang Maha Esa, kemudian Nyamplung menandakan kebesaran hati dalam menampung semua permasalahan kehidupan, dan Cucuk sendiri melambangkan istilah sedikit bicara banyak bekerja, dimana cucuk ini berukuran kecil dan harus sangat hati–hati jika ingin mengeluarkan malam dari cucuk ini.

Menjadi poin penting jika seseorang memahami tentang motif yang akan dibuat. Karena motif memiliki beribu arti dan bentuk. Torehan malam/lilin yang diusapkan melalui canting memiliki banyak bentuk. Canting dibedakan berbagai macam, yaitu:

Berdasarkan fungsinya
Canting Reng, Biasanya canting reng digunakan untuk membuat pola awal. Batikan awal hasil mencontoh pola disebut polan. Canting reng bercucuk tunggal.
Canting Isen, adalah canting yang digunakan untuk mengisi bidang batik, maupun mengisi pola utama (polan). Canting isen biasanya bercucuk kecil baik tunggal maupun rangkap. Canting isen memiliki ukuran kecil (0.2 - 0.4) mm, dan sedang (0.5 - 0.7) mm
Canting Blok, adalah canting yang biasanya digunakan untuk ngeblok atau nembok. Biasanya memiliki diameter cucuk yang lebar sehingga malam yang keluar banyak dan dapat mempercepat proses pengeblokan malam. Cantik blok besar 0.8 - 1 mm

Berdasarkan banyaknya Cucuk (ujung pipa)
Canting Cecekan bercucuk satu, biasanya memiliki ujung cucuk yang kecil. Canting ini digunakan untuk membuat cecek (titik). Selain untuk membuat cecek, canting ini juga digunakan untuk membuat garis-garis yang kecil.
Canting Loron, berasal dari bahasa jawa loro yang artinya dua. Canting ini memiliki mata cucuk dua yang bentuknya berjajar atas dan bawah. Canting ini digunakan untuk membuat garis rangkap. Di beberapa daerah, canting loron digunakan untuk membuat pinggiran (pola di ujung kain)
Canting Telon, berasal dari bahasa jawa telu yang artinya tiga. Canting ini memiliki susunan bentuk mata cucuk segitiga sama sisi. Canting ini biasanya digunakan untuk membuat isen.
Canting Prapat, berasal dari bahasa jawa papat. Canting ini memiliki empat mata cucuk yang membentuk bujursangkar. Canting ini biasanya digunakan sebagai isen.
Canting Liman, canting bercucuk lima. Canting ini memiliki bentung bujur sangkar dengan satu titik di tengah. Biasa digunakan sebagai isen juga.
Canting byok, adalah canting yang memiliki ujung bercucuk tujuh atau lebih dari tujuh. Canting byok biasanya memiliki jumlah cucuk yang ganjil.
Canting Galaran/Canting Renteng, biasanya memiliki ujung cucuk berjumlah genap, membujur dari atas ke bawah. Canting galaran atau renteng selalu bercucuk genap; empat buah cucuk atau lebih: biasanya paling banyak enam buah, tersusun dari bawah ke atas.
Warna menjadi salah satu poin keindahan sebuah batik. Warna yang dipilih juga harus mengandung estetika yang tinggi. Disekitar kita banyak sekali tumbuhan yang memiliki pigmen warna yang cocok digunakan sebagai pewarna pakaian tanpa harus merusak alam. Seperti, daun jati dapat menghasilkan warna merah kecokelatan pada batik, daun jambu biji menghasilkan warna kuning sampai warna kecoklatan pada kain, indigo/ tarum (warna biru), kulit secang (warna merah), daun teh (warna cokelat), bawang merah (jingga kecokelatan), daun andong (hijau), kulit buah manggis (merah keunguan, merah, dan juga biru), kunyit (kuning) dan lain-lain.

Lilin/malam yang digunakan untuk membuat motif pada kain berbeda dengan lilin biasa. Lilin batik ini pada prinsipnya tidak akan habis (hilang) ketika digunakan untuk membuat batik dan dapat diambil kembali usai proses pembuatan batik berakhir. Berdasarkan jenis dan kegunaannya lilin atau malam batik sendiri dapat dibagi menjadi beberapa varian, di antaranya malam klowong, malam tembokan, dan juga malam biron.
Lilin/malam tembokan digunakan sebagai tembok yang menjaga motif agar dapat dirintangi secara sempurna.
Malam klowong digunakan para perajin untuk menutupi ragam hias dan desain batik yang dilakukan secara rengreng serta nerusi (memblok pada dua sisi permukaan kain). Motif yang akan diblok dengan malam klowong biasanya hanya berupa isen-isen atau pengias dan ornament kain batik.
Malam Tutupan, berfungsi menutupi warna motif tertentu yang ingin dipertahankan pada kain batik setelah melalui proses dicelup atau dicolet. Biasanya malam jenis ini digunakan pada kain batik yang menggunakan banyak warna.

Membatik bukan hanya sebuah proses membuat motif pada kain, lebih dari itu batik tulis memiliki nilai-nilai yang tersirat dalam setiap proses membatik. Dengan demikian batik yang merupakan warisan budaya adiluhung tidak hanya sebatas karya seni saja tetapi memiliki makna. (ITM).

Komentar