Batik: Menembus Batas antar Manusia
Saat ini penggunaan batik
sudah menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berbagai jenis batik dipakai orang
dari kalangan internal kerajaan (kraton) sampai masyarakat awam, dari pejabat
sampai rakyat, dari generasi tua sampai anak-anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan
dan dari lokal sampai internasional. Betapa batik bisa menjadi bahasa
komunikasi antar manusia.
Awalnya batik merupakan pakaian eksklusif karena hanya kalangan
internal kraton yang menggunakan kain batik, baik itu keluarga raja, kerabat dan
pejabat di kraton. Batik sendiri memiliki motif atau simbol tertentu dan memuat
pesan yang khusus juga. Penggunaan batik dengan motif tertentu akan menunjukkan
eksistensi dan peran seseorang. Di lingkungan kraton Yogyakarta yang dikenal
dengan batik klasiknya ada motif-motif tertentu yang hanya digunakan di
lingkungan kraton saja karena merupakan suatu simbol dan bermakna khusus,
misalnya motif ‘parang rusak barong’ hanya digunakan oleh raja. Motif-motif
batik klasik lainnya pun memiliki simbol yang berbeda dan dikenakan di
acara-acara tertentu.
Seiring berjalannya waktu
dan berkembangnya masyarakat, batik semakin menyebar tidak hanya milik
lingkungan internal kraton saja yang memakainya tetapi kalangan pebisnis (baca:
saudagar) dan akhirnya masyarakat awam pun memakainya. Proses persebaran batik
ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Para saudagar memodifikasi motif-motif
batik klasik dengan motif-motif lainnya untuk diperjualbelikan dan bisa
digunakan oleh masyarakat awam. Ini menjadi latar belakang munculnya istilah
batik sudagaran, dari kata ‘saudagar’. Kalangan masyarakat awam pun
memunculkan motif-motif tertentu yang berkaitan dengan keseharian mereka seperti
satwa, bunga, dedaunan bahkan terkadang motif abstrak.
Interaksi dengan
bangsa-bangsa lain mendorong percampuran dan akulturasi budaya setempat
termasuk motif-motif batik. Pengaruh yang muncul berasal dari India, Timur
Tengah, Eropa, China dan Jepang. Mereka berasal dari berbagai bangsa dengan
budayanya masing-masing menuju pesisir utara Jawa. Mereka berdagang dan
akhirnya menetap di daerah tersebut. Keunikan batik mendorong mereka
menggunakan batik dan memodifikasi dengan memasukkan simbol-simbol budaya
mereka dalam motif kain batik klasik. Akhirnya dari generasi anak dan cucu mereka
muncul istilah batik peranakan. Batik ini merupakan hasil modifikasi
motif-motif klasik dengan dengan simbol atau gambar yang khas dari budaya
mereka. Dari sisi warna mulai menggunakan berbagai warna dan cenderung cerah
dan terkadang gradasi, kemudian dari sisi motif, ada berbagai bentuk pengaruh budaya
seperti India dengan gambar ‘meru’ atau gunung, Eropa dengan gambar buket
bunga, Timur Tengah muncul dalam gambar figuratif, Cina dengan gambar burung
Hong, dan Jepang dengan gambar bunga sakura. Batik peranakan berkembang sebagian
besar berada di kawasan pesisir utara Jawa karena berada di kawasan pelabuhan
dan perdagangan, seperti Cirebon, Pekalongan, Semarang, Kudus, Jepara dan
Lasem.
Perkembangan teknologi
saat ini menunjang promosi batik tidak lagi lokal tetapi internasional. Semakin
banyak orang mengenal batik semakin ia ingin mendalami pesan-pesan di dalamnya.
Meskipun ratusan tahun lalu ketika terjadi kolonisasi di Jawa orang-orang
Belanda membawa batik dari Jawa ke Belanda untuk dipamerkan. Ternyata
batik-batik ini memukau orang-orang Eropa karena unik dan eksotis.
Berbagai hal ini
menunjukkan bahwa batik memiliki keunikan motif dan pesan yang terkandung di
dalamnya, sekaligus mampu beradaptasi sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ke
depannya, suatu keniscayaan batik bisa menjadi bahasa komunikasi antar manusia
dengan berbagai latar belakangnya. (TRU).
Komentar
Posting Komentar