Menemukan
Motif dan Filosofinya
Rasa bangga memiliki Batik
yang sudah diakui sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia mendorong tim Stube-HEMAT
ikut menggeluti dan mempelajarinya. Sensasi merancang motif batik pada kain
sekaligus memahami makna filosofis motif tersebut bagaikan candu yang
merangsang terus mengerjakan sampai selesai dalam lembaran. Semua bangga dengan
keindahan dan keunikan desain motif masing-masing yang menonjolkan kearifan
lokal daerah asal.





Motif-motif kebanggaan
tersebut ada berbagai rupa, seperti motif daun dan buah markisa yang memiliki
makna bertumbuh untuk meneduhkan karena tanaman ini bisa cepat bertumbuh, mampu
hidup dimana saja, dan daunnya yang lebat bisa dipakai sebagai perindang dan
pengayom dari terik matahari, sementara buahnya sarat dengan vitamin. Motif daun
asam, yang bahasa Jawanya ‘asem’ memiliki makna membuat orang ‘kesengsem’ atau
senang melihatnya. Tim yang berasal dari pulau Sumba menonjolkan motif lokal Sumba
mulai dari burung Kakatua, burung Nuri, rumah adat Sumba dan Mamuli khas Sumba yang
biasa dipakai masyarakat Sumba sebagai belis
untuk urusan perkawinan. Burung Kakatua dan burung Nuri memiliki makna
kebersamaan dan persaudaraan selain kicauannya yang indah dan unik. Sementara motif
burung Rangkong jenis dada kuning dan burung Bidadari diusung oleh tim dari
Halmahera. Burung Rangkong adalah burung adat yang dihormati di Halmahera Timur
dan burung Bidadari adalah burung kebanggaan karena hanya ada di Halmahera
Utara. Tidak ketinggalan desain motif ikan paus dan alat musik tradisional
Tatong diusung oleh anggota tim dari Lembata.

Motif-motif yang sudah
digambar dalam selembar kain ini selanjutnya didiskusikan dalam workshop kecil yang didampingi oleh Heru
Santoso, seorang praktisi batik, pada hari jumat 23/11/2018 pukul 18.00-20.00 bertempat di
sekretariat Stube-HEMAT Yogyakarta. Selain mendiskusikan hasil yang sudah dikerjakan
tim, workshop ini sekaligus pembekalan awal mengenai membatik. Dalam pemaparannya
Heru Santoso menjelaskan ada tiga jenis batik, yakni batik tulis, cap dan
kombinasi tulis dan cap. Seiring perkembangan jaman, muncullah batik jenis baru
seperti batik Sibori, Jumput, Celup, Colet, dan Ecoprint. Batik sendiri memang merupakan proses
merintangi warna pada kain untuk menghasilkan motif, baik menggunakan
lilin/malam, lipatan atau lilitan. “Sebetulnya di luar negeri sudah ada batik
khas masing-masing, hanya saja batik dan motif dari Indonesia yang dianggap
menarik dan unik dan memiliki tingkat kerumitan yang tinggi sehingga digemari oleh
orang-orang dari mancanegara”, paparnya.
Dalam menggambar motif perlu
ada yang dijadikan pola utama yang kemudian di bagian pinggiran dihiasi dengan pola pinggiran dan sisanya ditambah
isen-isen atau isian pada bagian kain yang masih kosong untuk mempercantik
keseluruhan motif. Sebagai catatan,
karena tim adalah pemula, maka disarankan untuk membuat motif yang lebih besar,
untuk mempermudah saat proses ‘mencanting’. Untuk motif berupa burung, ikan atau
manusia perlu disamarkan dari bentuk aslinya dengan tidak menghilangkan esensi
dari motif itu, atau disebut proses Stilasi, karena pada dasarnya membatik
berbeda dengan melukis sehingga gambar motif tidak harus sama persis detailnya.
Di situlah letak nilai estetika suatu motif.
Pewarnaan kain batik
sendiri ada beberapa macam. Jika memakai cara celup maka bisa menggunakan Naptol
tetapi jika menggunakan teknik colet dengan banyak warna maka yang dibutuhkan adalah
Remasol dan kuas untuk memberikan blok pada motif.
Workshop kecil ini memberikan
pencerahan kepada semua tim dalam mendesain motif dan pemilihan warna.
Diharapkan proses pembuatan batik selanjutnya dapat berjalan lancar dan menghasilkan karya yang unik. Selamat
berproses. (ML).
Komentar
Posting Komentar