Melek Politik dan
Berpartisipasi di Gereja
Diskusi
Mahasiswa Sumba Tentang Gereja dan Politik
Menindaklanjuti Pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta tentang
Gereja dan Politik yang bertemakan Muda, Milenial, Melek Politik yang diadakan Februari lalu, menggugah hati para
peserta untuk membagikan pengalaman yang sudah mereka dapatkan. Kelompok ‘follow-up’ dari Sumba berinisiatif mengadakan diskusi kecil
membahas situasi politik saat ini dan peran gereja terhadap politik di Sumba
dengan mengundang beberapa mahasiswa sejumlah lima belas orang di kafe Kebun Laras, Balirejo (14/03/2019).
Daniel Hamba Banju, seorang mahasiswa STPMD,
bertugas sebagai
pemantik memulai diskusi dengan mengajak teman-teman muda berpikir apa pemahaman mereka tentang politik. Ada yang
mengatakan politik itu kotor, ada juga yang mengatakan politik adalah cara untuk memikat orang
agar mengikuti apa yang ingin dicapai. Anton, mahasiswa Pertanian UST, mengatakan bahwa memang sebenarnya
politik itu kotor, tetapi jika semua beranggapan kotor, siapa yang akan merubah
politik itu menjadi bersih, makanya anak muda tidak boleh buta politik. Sarloce
Apang yang juga hadir mendampingi teman-taman saat itu memberi pemahaman tentang
perbedaan politik
praktis dan teoritis.
Setelah saling memberi pemahaman tentang politik, kelompok
ini kemudian membahas
sejauhmana gereja di Sumba berkontribusi pada dunia politik. Tania Taka, Mahasiswa
UGM yang kebetulan orang tuanya pendeta bercerita bahwa berdasarkan
pengetahuannya, tahun ke tahun gereja di Sumba terus memberi pemahaman tentang
politik yang baik dan tetap bersifat netral. Ia juga bercerita Bapaknya seorang
pendeta dan pernah menjabat sebagai anggota DPR, programnya pun banyak yang
berhasil dilakukan.
Namun demikan ada beberapa peserta tidak setuju jika Pelayan
Firman terjun ke dunia politik. Seperti Alan Mehakati, mahasiswa Kehutanan UGM
mengatakan bahwa sebenarnya Pendeta adalah orang yang paling dipercaya di
masyarakat, tetapi ketika pendeta tersebut terjun ke dunia politik maka akan
mempengaruhi kenyamanan jemaat yang dilayani. Dari percakapan tersebut, Tania
Taka juga menjelaskan bahwa ada aturan dari Sinode Sumba bagi Pendeta yang
terlibat dengan politik di wajibkan mundur dari jabatannya sebagai pelayan di
jemaat dan tidak diperbolehkan naik mimbar berkhotbah. Berkaitan dengan peran
anak muda untuk gereja, peserta diskusi beranggapan bahwa masih jarang anak
muda terlibat langsung dengan kehidupan gereja. Mereka juga mengungkapkan
situasi gereja di Sumba, seperti ada gereja yang menggunakan uang persembahan
untuk membuka usaha namun hasilnya nihil. Bagi mereka, situasi ini sangat
memprihatinkan, uang persembahan tidak boleh digunakan untuk hal-hal lain di
luar gereja karena itu adalah persembahan dari jemaat semata-mata hanya untuk
Tuhan.
Dari hasil diskusi tersebut, disimpulkan bahwa anak muda tidak
boleh apatis terhadap situasi politik saat ini, apalagi dalam menyambut pesta
demokrasi diharapkan mereka memiliki pemahaman tentang setiap calon pemimpin
yang akan dipilih agar tidak salah pilih. Mereka juga berpendapat jika ingin ada perubahan dalam
kehidupan gereja, penting bagi anak muda ambil bagian, setidaknya aktif dalam
komisi pemuda gereja
atau menjadi majelis jemaat agar terlibat langsung dalam pengambilan
keputusan di gereja. Mari berpartisipasi dan terlibat untuk kemajuan,
apa pun komunitas kita.
(ELZ).
Komentar
Posting Komentar