Family, Problems and Solutions
Parenting Skills Program
Keluarga merupakan
pondasi utama yang menjadi kekuatan bangsa dan negara. Untuk itu pengetahuan
pola asuh dan relasi yang baik antara anggota keluarga terutama orang tua dan
anak bukan hal yang sepele, ditambah lagi pergaulan kehidupan anak muda yang
semakin bebas. Inilah mengapa Stube-HEMAT Yogyakarta berinisiatif mengadakan
pelatihan ini. Alasan lain yang pertama, setiap mahasiswa adalah hasil pengasuhan
orang tuanya dengan beragam situasi dan latar belakang yang mempengaruhi hidup
dan perkembangan jiwanya yang juga akan mempengaruhi pola asuh pada keturunan
selanjutnya, kedua, setiap mahasiswa
akan dihadapkan pada dua pilihan, berkeluarga
atau tidak dengan segala konsekuensi yang ada. Kedua pilihan memerlukan
pembekalan dan kesiapan masing-masing.
Pelatihan kali ini
diikuti tiga puluh mahasiswa yang berkumpul bersama di Griya Sejahtera,
Ngablak, Magelang (10-12/05/2019). Mereka berasal dari berbagai daerah di
Indonesia yang sedang kuliah di Yogyakarta. Meskipun memiliki berbagai latar
belakang studi, peserta antusias mengikuti pelatihan ini. Para fasilitator
membagikan pengetahuan dan pengalaman sesuai kompetensi masing-masing. Sebagai
dasar alkitabiah, Pdt. Bambang Sumbodo, mengingatkan peserta atas ancaman gaya
hidup modern pada keluarga-keluarga Kristen saat ini dengan mengangkat kisah
Musa dan keluarganya. Musa yang berperan sebagai pembebas bangsa Israel dari
perbudakan saat itu, tentulah sangat sibuk. Dengan mencermati kisah kunjungan
Imam Yitro yang tak lain adalah ayah mertua Musa, ke keluarga Musa, peserta
belajar bahwa perlunya saling mendukung dan berinteraksi antar anggota
keluarga. Keberhasilan Musa tidak lepas dari dukungan anggota keluarganya.
Ariani Narwastujati, Direktur Eksekutif Stube-HEMAT, melalui sebuah narasi mengajak peserta melihat
kembali perjalanan sejarah Stube-HEMAT, dalam sesi pengenalan lembaga. Topik
tentang Pemahaman Hak-hak Anak dan Ruang Berkembang Anak difasilitasi oleh Ahmad
Damar Arifin, S.Pd., seorang fasilitator PAUD, pemerhati anak dan pendongeng.
Ia mengungkapkan bahwa setiap orang akan menjadi orang tua, tapi tidak setiap
orang tua paham bagaimana mendidik anaknya sesuai kecerdasan anak. Ia membekali
peserta tentang hak-hak anak sesuai Konvensi Hak-hak Anak PBB tahun 1989 seperti,
hak untuk bermain, mendapat pendidikan,
perlindungan, nama atau identitas, status kebangsaan, makanan, akses kesehatan,
rekreasi, kesamaan perlakuan dan berperan dalam pembangunan.


Selanjutnya Anggraeni
Upik Pratiwi, S.Psi., membagikan Tips Memilih Pasangan Hidup yang
Ideal dari Aspek Psikologi, yang mencakup pertama, mengenali diri
sendiri, kelebihan dan kekurangan; kedua, menentukan kriteria dari
pasangan hidup yang diharapkan. Upik menekankan pentingnya kesadaran tentang
kriteria yang tidak bisa diubah, misal fisik dan etnis atau keturunan,
sedangkan sifat dan hobi bersifat bisa diubah; dan yang ketiga, memperluas
interaksi yang membuat seseorang bertemu banyak orang dan memungkinkan mengenal
mereka secara mendalam.
Kemajuan teknologi mempengaruhi
kehidupan keluarga, baik cara komunikasi atau pun interaksi dalam keluarga. Bagaikan
dua sisi mata uang, di satu sisi kemajuan teknologi membuat seseorang mampu mengakses
informasi tanpa batas, bahkan cenderung individualistis, namun di sisi lain
bermanfaat, seperti memasarkan bisnis keluarga, atau komunikasi tatap muka meski
di tempat jauh. Hal ini disampaikan oleh Dr. Murti Lestari, M.Si, dosen
Fakultas Bisnis UKDW dan praktisi ekonomi.
Sebuah talkshow Family, Problems and Solutions yang
menghadirkan Drs. Bambang Hediono, MBA dan istri, yakni Ibu Lucia Nucke Idayani
memberi kesempatan peserta berdialog tentang apa yang dialami di keluarga, kriteria
pasangan hidup, cara pendekatan dan mengasuh anak. Kedua narasumber sepakat
bahwa pasangan hidup harus diperjuangkan meski ada perbedaan di antara mereka,
memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling percaya, dan memberi
kesempatan kepada anak untuk menentukan pilihan.
Sesi analisa kasus menggiring
peserta mendalami suatu kasus tertentu dalam keluarga dan mendiskusikan dalam
kelompok. Mereka menghubungkan kasus dengan materi pelatihan dan menentukan
bentuk tindakan pencegahan, penyelesaian maupun pendampingannya.
Pada hari terakhir
pelatihan, kebersamaan dengan jemaat GKJ Gumuk menjadi pelengkap rangkaian
kegiatan, dimana para peserta berkesempatan mempersembahkan pujian dalam ibadah
Minggu dan menyerahkan buku-buku dan alat peraga untuk sekolah minggu.
Sebagai output
pelatihan, para peserta menulis pengalaman anak-anak di daerah dan pergumulan
keluarga yang mereka temui. Riskia Gusta Nita, mahasiswa STAK Marturia, asal
Lampung mengungkapkan, “Pelatihan ini mengolah sisi dalam diri peserta. Ini
bagus diterapkan karena terkadang kita belum memahami diri kita sendiri, lalu bagaimana
memilih pasangan hidup dan merancang masa depan. Saya merasa perlu untuk
berbagi apa yang saya dapatkan dan rasakan di pelatihan kepada teman-teman di
lingkungan saya”.
Pengenalan diri seseorang
terhadap dirinya dan pemahaman menjadi orang tua menjadi bekal yang baik untuk merancang
dan memasuki masa depan. (TRU).
Komentar
Posting Komentar