Connecting Soul,
Celebrating Diversity
Cerdas mengatur perbedaan
yang ada di Indonesia menjadi kunci stabilitas negara dan jaminan rasa aman
rakyatnya. Simbol-simbol keagamaan, etnis, ras atau pun kelompok-kelompok
tertentu membuat orang terkotak-kotak dalam beragam perbedaan, ditambah lagi syak
wasangka dan radikalisme akan menambah kebekuan gap komunikasi dan interaksi
antar anggota masyarakat. Pelatihan dengan judul dalam bahasa Indonesia Menghubungkan Jiwa, Merayakan Perbedaan, menjadi salah satu
sumbang sih lembaga Stube HEMAT untuk bangsa ini.
Pelatihan Multikultur dan
Dialog Antar-agama Stube-HEMAT Yogyakarta di Hotel Kukup Indah, kawasan pantai
Kukup, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat-Minggu 23-25 Agustus
2019, menjadi ajang diskusi dan interaksi mahasiswa dari berbagai daerah yang
kuliah di Yogyakarta. Utusan Stube-HEMAT dari Bengkulu, aktivis Stube-HEMAT
Sumba dan peserta program South to South
dari Student Christian Movement of India (SCMI) turut ambil bagian
menyumbangkan pemikiran dalam pelatihan tiga hari tersebut.
Connecting Soul Celebrating Diversity mendorong peserta untuk saling
mengenal meski beragam latar belakang dan bersama-sama mengkampanyekan
keberagaman di Indonesia. Ariani Narwastujati, Direktur Eksekutif, menyampaikan
seluk-beluk pelayanan Stube HEMAT, juga keragaman networking di level
internasional, yang menuntut setiap individu memahami keberadaannya sebagai
bagian dari keragaman itu sendiri. Student Christian Movement of India (SCMI)
menjadi salah satu keragaman networking yang dimiliki lembaga ini. Inbaraj
Jeyakumar, Sekretaris Umum SCM of India mengungkap rasa senangnya bertemu
dengan mahasiswa di Indonesia dan bergerak bersama SCMI untuk memperjuangkan kesetaraan
laki-laki dan perempuan, hak asasi manusia, pendidikan, pengentasan kemiskinan
dan kemanusiaan.
Menjawab Keberagaman Agama & Budaya di Indonesia, sebuah tantangan atau peluang? Wening Fikriyati, dari Srikandi Lintas Iman (Srili) membuka pemikiran peserta dengan menulis karakteristik dirinya, misalnya etnis, warna kulit, agama, bentuk rambut, dan karakteristik lainnya. Selanjutnya, peserta diantar memahami syak wasangka melalui ‘games’ menebak benda yang ada dalam sebuah wadah tertutup. Peserta berhasil menyebutkan beberapa benda, namun ada yang terlewat karena ukurannya kecil dan tersembunyi. Dari sini peserta belajar bahwa mudah menilai sesuatu karena sering berjumpa tapi ada yang terlupakan karena jarang berjumpa. Dalam satu wadah Indonesia, keberagaman budaya, etnik, ras dan agama akan tidak harmonis jika tidak dikelola dengan baik, bahkan bisa merusak wadah yang ada. Jadi, wadah ini harus terus terpelihara dengan saling mengenal dan menghargai keberadaan masing-masing melalui interaksi lintas budaya lintas agama, karnaval budaya, dan lain-lain.
Selanjutnya peserta
mendalami contoh-contoh kearifan lokal yang ada di berbagai daerah di Indonesia
seperti Sandinganeng di Halmahera dan Sintuwu Maroso di Poso. Malam pentas budaya
dan seni tidak kalah serunya dengan penampilan para peserta melalui nyanyian
daerah Kepulauan Aru dan Nias, puisi, gerak lagu dari India dan teater oleh
peserta pelatihan. Semakin kuatlah
ikatan kebersamaan antar peserta.
Aksi lanjut peserta
dengan bekal dan pengalaman baru yang mereka dapat di pelatihan, diwujudkan
dalam rencana aksi mereka untuk menyuarakan sikap toleransi, pemahaman inklusi
dan kebersamaan melalui video keberagaman, tulisan tentang warisan budaya daerah,
diskusi mahasiswa dan partisipasi dalam gerakan lintas agama dan lintas budaya.
Harapan nantinya setiap orang menemukan keterkaitan satu sama lain tanpa prasangka
dan menemukan keindahan keberagaman di Indonesia. (TRU).
Komentar
Posting Komentar