Festival Wai Humba
Kami Bukan Sumba Yang Menuju Kemusnahan
Festival Wai Humba
merupakan festival yang diadakan untuk mendekatkan kembali manusia dengan sang
Pencipta dan alam sekitar, sekaligus menyatukan empat kabupaten di pulau Sumba,
yaitu Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.
Festival ini wujud ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas berkah air dan
refleksi pentingnya menjaga kelestarian alam Sumba.
Wai Humba sendiri dari
kata Wai/wee yang berarti air dan Humba/zuba yang berarti Sumba. Banyak ditemui
nama-nama tempat di pulau Sumba dengan awalan ‘Wai’ seperti Waingapu di Sumba
Timur, Waibakul di Sumba Tengah, Waikabubak di Sumba Barat dan Weetabula di
Sumba Barat Daya. Bagi masyarakat Sumba, air merupakan sumber dari segala
kehidupan di muka bumi dan mereka pantang merusak air dan selalu melakukan
sembahyang untuk menjaga kawasan air, agar selalu terberkati dan lestari, serta
dijauhkan dari tangan-tangan jahat manusia yang akan merusaknya.
Adapun spirit festival
ini adalah “Kami Bukan Sumba yang Menuju Kemusnahan”, dalam bahasa daerahnya ‘Nda
Humba Li La Mohu Akama (Sumba Timur)’, ‘Da Zuba Da Sagage Mod’da Damo’ (Sumba
Barat), ‘Nda Suba Kima Pa Aro Modda Dana’ (Sumba Barat Daya). Spirit tersebut
menegaskan kepada siapa pun bahwa, meskipun jaman akan semakin maju, peradaban dan
kebudayaan orang Sumba tidak akan musnah atau hancur.
Sejak 2012 Festival Wai
Humba telah berlangsung 7 kali berpindah lokasi di seluruh pulau Sumba.
Festival Wai Humba I di
Sungai Paponggu, kawasan Gunung Tanadaru, Sumba Tengah, 29 Oktober 2012.
Festival Wai Humba II di
lereng gunung Yawila, Umma Pande, desa Dikira, Sumba Barat Daya.
Festival Wai Humba III di
desa Ramuk, Sumba Timur.
Festival Wai Humba IV di
Paponggu, Tanadaru, Sumba Tengah.
Festival Wai Humba V di
Kadahang, Haharu, Sumba Timur.
Festival Wai Humba VI di
desa Tabera, Desa Doka Kaka, Sumba Barat.
Festival Wai Humba VII di
desa Ekapata, Yawila, Sumba Barat Daya.
Festival Wai Humba VIII akan
diadakan di Kananggar, Sumba Timur, 18-20 Oktober 2019.
Selama 3 hari festival diisi
berbagai acara yang berbeda tiap tahunnya, seperti ikrar persaudaraan, pentas
seni dan budaya se-Sumba, penghijauan, kalarat wai atau ritual pemberkatan air,
diskusi kampung Humba, kunjungan kampung ke kampung dan penghargaan Wai dan
Tana Humba. Dari rangkaian kegiatan ini muncul rekomendasi kepada pemerintah
daerah, misalnya festival ke VI menghasilkan sepuluh poin rekomendasi kepada
pemerintah, dua di antaranya adalah (1) merekomendasikan agar pemerintah
melakukan inventarisasi dan melindungi masyarakat adat, tanah ulayat dan hutan
di Sumba serta membuat Peraturan Daerah perlindungan masyarakat hukum adat; (2)
menjadikan bahasa daerah Sumba sebagai salah satu mata pelajaran/muatan lokal di
semua sekolah di Sumba.
Respon positif datang
dari masyarakat Sumba, bagi masyarakat adat, mereka sangat bersyukur karena
festival ini menjadi ruang untuk menjalin dan mempererat tali persaudaraan sesama
orang Sumba serta wadah untuk bertukar pandangan tentang masalah dan pemahaman
terkait Sumba; bagi generasi muda, festival ini dapat menambah pemahaman baru
sekaligus menumbuhkan kecintaan atas tanah Humba. Selain orang-orang Sumba, pengunjung
juga dari luar Sumba, karena kegiatan seperti ini menarik dan bisa menemukan wawasan
baru tentang budaya lokal yang berbeda dengan budaya mereka.
Harapannya, Festival Wai
Humba berdampak positif bagi kemajuan Sumba dan menyatukan masyarakat adat
Sumba meskipun berbeda daerah administrasi. Kami bukan Humba yang menuju
Kemusnahan! (Antonia Maria Oy)
Komentar
Posting Komentar