“Napurantano-tano
Ranging Masiranggoman,
Tung pe Badanta
Padao-dao Tonditta ma
Masigomgoman”
Kebudayaan suku Batak memiliki bermacam-macam istilah untuk menghayati kehidupan, salah satunya mengenai
keharmonisan dalam kekerabatan dan persatuan. Suku Batak memiliki 6 suku di dalamnya yaitu Batak
Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak
Angkola. Setiap suku Batak memiliki bahasa, budaya dan motif pakaian
adat yang berbeda pula. Ciri khas mengenal seseorang yang berasal dari suku
Batak adalah dari marganya atau nama keluarga yang diturunkan dari orang tua
laki-laki/ayah.
Setelah mengenal nama marganya maka akan diketahui orang itu berasal dari suku
Batak apa dan darimana asal daerahnya. Beberapa wilayah di Indonesia sering
kali dijumpai masyarakat yang berasal dari suku Batak. Suku ini pun terkenal
dari cara bicaranya yang keras dan martarombo
yaitu mencari hubungan saudara dengan marga yang sama. Maka tak heran jika
ada kekerabatan yang sangat erat di antara sesama marga.
Ada istilah Batak yang mengatakan “ Napurantano-tano Rangging
Masiranggoman Tung pe Badanta Padao-dao Tonditta ma Masigomgoman”
tano = Lahan, ranging
marsiranggoman = saling mengikat, tung = sungguh, pe
= pun, badan =
tubuh, padao-dao =
berjarak jauh, tondita ma = Jiwa lah. Jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “pohon sirih yang tumbuh ditanah, batangnya saling mengikat, biarpun badan kita
berpisah jiwa kita tetap bersatu”. Meskipun kita berada dalam lokasi yang
berbeda tempat, tapi akhirnya kita tetap bersatu.
Filosofi ini diambil dari kebudayaan setempat dimana
masyarakat di sana
dahulu mengkonsumsi sirih. Oleh karena itu, filosofi ini diambil dari pohon
sirih. Jika diamati batang pohon ini, ketika tumbuh batang dan ujungnya akan
bertemu atau bersatu. Seperti halnya ketika kita pergi ke lokasi yang jauh
untuk merantau bekerja ataupun menuntut ilmu suatu saat akan bertemu kembali.
Makna ini memberikan pengharapan bagi kita yang memiliki perbedaan baik itu
asal daerah, bahasa
dan kebudayaan bahwa perbedaan itulah yang melengkapi dan menyatukan kita. Dalam
kepercayaan daerah juga memiliki arti ketika badan/tubuh berpisah dengan jiwa,
suatu saat pasti akan bertemu kembali.
Pohon sirih yang meski
hidup dengan menumpang pada tanaman lain ini, tidaklah mengambil nutrisi dari
tanaman yang ditumpanginya. Bahkan daunnya yang indah berbentuk hati itu malah
akan memperindah tanaman yang ditumpanginya. Demikianlah simbol yang dapat kita
pelajari yang menggambarkan hidup berdampingan dengan damai dengan
keanekaragaman yang ada di tanah Batak bahkan di keseluruhan wilayah Indonesia.
Sebagai simbol kerukunan dan perdamaian, tak heran dalam adat istiadat suku
tertentu kerap membawa dan atau menyuguhkan daun sirih ini sebagai arti
pernyataan hidup harmonis dan tidak saling merugikan.
Satu lagi keunikan pohon sirih bila kita perhatikan tumbuhan
ini merambat dari bawah ke atas yang bermakna dalam kehidupan maupun pekerjaan yaitu
segala sesuatunya haruslah dimulai dari bawah hingga perlahan-lahan menjadi
lebih tinggi dengan tanpa merugikan orang lain. Sudah sebaiknya kita memahami
dan menghargai budaya bangsa kita yang luhur ini agar tercipta suatu perdamaian
dan persatuan yang harmonis untuk menjaga kekerabatan kita. (ROB).
Komentar
Posting Komentar