Per Angusta Ad Augusta
‘Per Angusta Ad Augusta’ sebuah
istilah Latin yang berarti ‘Dari Kesulitan Menuju Kemuliaan’. Kata-kata ini
mendorong seseorang untuk tekun saat ‘masa sulit’ dengan tetap optimis sampai akhirnya
berhasil. Kegagalan tak bisa lepas dari kehidupan manusia, tetapi bagaimana
cara seseorang merespon kegagalan secara kontruktif tanpa kehilangan sikap baik
itulah yang penting, dan yang terutama adalah bagaimana ia belajar dari
kegagalan dan menemukan energi untuk memulai yang baru.
Sebagai
lembaga pendampingan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang sedang
studi di Yogyakarta, Stube HEMAT memahami bahwa mahasiswa yang merantau untuk
kuliah di kota ini, membawa beban tersendiri di pundak mereka. Harapan-harapan
keberhasilan baik dari diri sendiri dan keluarga, juga sanak-saudara dan
masyarakat setempat menjadi salah satunya. Sementara di perantauan, mereka
menghadapi persaingan, tantangan, kompleksitas, tuntutan standar tinggi sumber
daya manusia dan perubahan yang bisa menghalangi terwujudnya harapan keberhasilan
tersebut. Banyak kasus menyedihkan terjadi di tengah-tengah proses mewujudkan
harapan tersebut seperti depresi bahkan bunuh diri. Melalui pelatihan Belajar
dari Kegagalan dengan judul ‘Per Angusta Ad Augusta’ di Villa Taman Eden 1,
Kaliurang, 18-20 Oktober 2019, Stube-HEMAT mengundang mahasiswa membangun
optimisme untuk menghadapi segala tantangan terlebih menyikapi kegagalan.
Upaya memaknai kegagalan
dalam perspektif Kristen bersama Pdt. Dr. Jozef MN. Hehanussa menggugah
antusiasme peserta untuk bertanya-tanya apakah Allah juga pernah gagal?
Beberapa kisah tokoh di Alkitab seperti Adam dan Hawa yang gagal memegang
perintah Allah dengan makan buah pengetahuan baik dan buruk, Musa gagal tidak
masuk ke tanah perjanjian, Petrus menyangkal Yesus dan Yudas berkhianat,
menjadi contoh kongkrit kegagalan. Jika manusia mengalami kegagalan, apakah artinya
Tuhan juga gagal dalam menyertai manusia? Perdebatan dan diskusi yang seru
mewarnai sesi ini. Kalau benar Tuhan gagal, apa yang akan dilakukan? Pergi dan
berpaling meninggalkanNya? Kisah
Sadrakh, Mesakh dan Abednego di kitab Daniel 3: 17-18, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan
melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu,
ya raja; tetapi seandainya tidak,
hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku,
dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu”, menjawab
bagaimana harus bersikap saat rencana Tuhan tidak seturut keinginan manusia,
yakni tetap setia. Rencana Tuhan tidak pernah gagal, hanya ketidakmampuan
manusia memahami itulah yang membuat seolah Allah gagal dan tidak adil. Sungguh
sesi ini memberi wawasan dan penguatan kepada peserta dalam menghadapi
kegagalan.
Pendekatan psikologi bersama Drs. T.A. Prapancha Hary, M.Si, membantu para peserta mendalami pribadi mereka melalui gambar-gambar yang mereka buat sebelumnya. Tak hanya itu, peserta juga mengisi kuisioner untuk mengungkap karakter dan kecenderungan diri, yang nantinya bisa dikembangkan guna menyelesaikan kuliah dan masuk dunia kerja. Tak sedikit dari peserta mengakui kecocokan situasi diri yang ‘terbaca’ melalui gambar dan menerima saran-saran untuk dikembangkan.

Komentar
Posting Komentar