Sumba: Berpetualang
dan Rindu
Refleksi Exploring Sumba (Susana
Ulandari)

Setelah hampir tiga jam dari Surabaya dan transit di Denpasar, pesawat mulai menurunkan ketinggian untuk mendarat di bandara Umbu Mehang Kunda di Waingapu. Dari jendela pesawat nampak pemandangan layaknya Afrika yang hanya saya lihat di televisi, kini terhampar di depan mata saya. “Wow, menakjubkan” terucap dari mulut ketika melihat bukit dan padang savanna yang seolah tak berujung.
Di Waingapu saya tinggal
bersama keluarga Apriyanto Hangga, salah satu team Stube-HEMAT Sumba, yang
membekali informasi awal tentang Sumba dan desa yang akan saya tinggali
beberapa minggu ke depan. Sesampainya di Tanaraing, ada sambutan yang begitu
hangat dari keluarga ibu Pendeta Katrina Remihau, pendeta GKS Tanaraing.
Keesokan harinya saya mengikuti ibadah dengan jemaat setempat yang menyambut
dengan ramah dan hangat sekalipun saya datang sebagai orang asing. Para pemuda
gereja pun menyambut dengan ramah, berkenalan, ngobrol, bercanda dan berfoto di
tepi pantai.
Hari-hari berikutnya saya
beraktivitas bersama masyarakat dan remaja setempat berkaitan dengan topik ‘Konselor
Sebaya’. Menjadi konselor sebaya tidak mudah karena harus ada sikap saling
percaya satu sama lain. Saya selalu menemukan hal baru dan menyenangkan dalam
setiap pertemuan. Suatu ketika saya tidak mengerti apa yang mereka bicarakan tapi
mereka bilang semua yang diceritakan adalah hal baik mengenai saya. Jadi, saya
berusaha belajar bahwa saya juga harus mempercayai orang lain dan menurut saya untuk
mempercayai orang lain ini bukan sesuatu yang salah.
‘Konselor Sebaya’ sangat penting dipahami oleh remaja agar mereka bisa saling memberikan perhatian kepada
teman-temannya. Ketika mereka saling terbuka satu dengan lainnya maka mereka dapat mengelola masalah mereka lebih baik, karena mendapat masukan dari teman-temannya. Selain itu, mereka akan
bisa merangkul
kembali pemuda gereja yang sebelumnya
jarang ke gereja untuk bersemangat kembali aktif di lingkungan gereja, atau remaja yang jarang mengobrol dalam keluarga mau berkomitmen
untuk lebih perhatian kepada keluarga masing-masing. Awalnya, kegiatan
wirausaha tidak masuk
dalam rencana saya tetapi saya
mengusulkan ini ketika remaja gereja akan menggalang dana pemuda
dan mereka bisa melakukannya.
Bagi saya, berada di Sumba, di tengah masyarakatnya bagai perjalanan
untuk menemukan diri dan kehidupan, menemukan diri saya menjelajah, bertemu
banyak orang, berbagi cerita dan canda tawa. Dalam perjalanan di Sumba
terbersit rasa RINDU yang selalu mengikuti, rindu suasana rumah di Kalimantan
Barat saat bersenda gurau dengan anggota keluarga, makan masakan mama, memijat
bapak, bermain dengan keponakan dan bahkan berkelahi dengan saudara-saudara
saya. Merekalah orang-orang penting di hidup saya dan saya ingin mereka bahagia
seperti yang saya rasakan. Perasaan kebersamaan dan perhatian melalui konselor
remaja inilah yang saya harap terus ada dan berdampak di tengah-tengah remaja
di Sumba, khususnya Tanaraing.
Komentar
Posting Komentar