
Lalu,
bagaimana mencegah sikap eksklusif kelompok masyarakat agar tidak berujung pada
perpecahan maupun prasangka? Salah satu temuan saya adalah dengan dialog atau interaksi
bersama seperti yang saya temukan di Stube-HEMAT Yogyakarta dalam pelatihan “Bersama Merangkai
Indonesia” bulan Maret yang lalu. Merawat keberagaman menjadi kelanjutan pada aktivitas
peserta secara mandiri maupun kelompok kecil. Saya pun tak ketinggalan melakukan sharing atau
berbagai pengalaman yang saya dapat di pelatihan kepada orang-orang terdekat, yaitu
teman-teman di pondok pesantren STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.
Awalnya
saya kurang begitu yakin apakah mereka tertarik dengan pengalaman saya, tetapi
semakin saya menunda semakin besar juga dorongan untuk membagikan pengalaman
saya. Jadi, akhirnya saya memilih untuk membagikan pengalaman saya. Sharing ini
saya lakukan beberapa kali di
bulan April dan Mei setelah saya mengajar anak-anak santri mengaji Alquran
setiap malam Kamis. Saya juga sharing bersama teman-teman santri mahasiswa saat diskusi mingguan
organisasi program studi di kampus yang mana kegiatan ini bisa menjadi alternatif untuk
mengisi kegiatan internal di saat pandemi.
Di dalam
proses diskusi ini teman-teman santri begitu antusias dan ingin tahu
mengapa saya berinteraksi lintas iman, bagaimana rasanya di tengah orang yang
berbeda latar belakang dan apa yang dikhawatirkan. Beberapa dari mereka mengungkapkan kegelisahan
pada pengalaman yang mereka temukan di tengah masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya, sebagian bercerita tentang sikap
eksklusif orang-orang terdekat terhadap kelompok lain yang berbeda
agama, sebagian lain bercerita sebaliknya,
yaitu hubungan masyarakat yang harmonis walaupun hidup dalam kelompok
masyarakat heterogen. Bahkan di kalangan seagama pun ada perbedaan pendapat dalam
menanggapi sesuatu karena ada perbedaan mazhab. Di akhir diskusi merupakan
kejutan bagi saya karena beberapa dari mereka mengungkapkan secara langsung ketertarikan
untuk bergabung dalam forum atau organisasi lintas iman
Sebenarnya motivasi dasar
dan semangat
saya beraktivitas terinspirasi dari Kyai Husein Muhammad, pengasuh pesantren Dar at-Tauhid, Cirebon dan penulis buku
fenomenal ‘Fiqh Perempuan’ tentang pemikiran moderat yang meliputi: (1) memberi ruang pada
perbedaan pendapat dan berdiskusi; (2) menghargai pilihan dan pandangan hidup
seseorang; (3) tidak mengabsolutkan kebenaran sendiri; (4) tidak boleh
merendahkan pendapat orang lain; (5) menolak tindakan kekerasan atas nama apa
pun; (6) menolak atas pemaknaan tunggal teks; dan (7) selalu mencari pandangan
untuk kemaslahatan bersama.

Komentar
Posting Komentar