Membiasakan Moderasi di tengah Keberagaman


Pengalaman mengikuti langsung pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta meninggalkan kesan mendalam, betapa tidak, saya bisa bertemu dengan mahasiswa dari berbagai wilayah Indonesia dari Aceh sampai Papua, dan beragam agama dan mengunjungi Kelenteng. Ini adalah pengalaman yang tidak saya duga sebelumnya dan membuat saya sangat antusias. Interaksi dalam pelatihan membuka pemikiran dan pengalaman saya tentang Indonesia sebagai bangsa yang sangat plural dengan beragam suku, budaya dan agamanya. Saya menyadari bahwa keberagaman di satu sisi merupakan keunikan dan kekayaan bangsa yang potensial dikembangkan sebagai aset kekhasan bangsa serta mendatangkan income untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk jika dikelola dengan baik, tapi, di sisi lain, keberagaman menjadi rentan saat diselipi kepentingan atau sentimen tertentu yang melemahkan kohesi antar suku dan antar pulau, bahkan antar kelompok masyarakat yang terkadang berujung pada sikap eksklusif dengan dominasi prasangka-prasangka.

Lalu, bagaimana mencegah sikap eksklusif kelompok masyarakat agar tidak berujung pada perpecahan maupun prasangka? Salah satu temuan saya adalah dengan dialog atau interaksi bersama seperti yang saya temukan di Stube-HEMAT Yogyakarta dalam pelatihan “Bersama Merangkai Indonesia” bulan Maret yang lalu. Merawat keberagaman menjadi kelanjutan pada aktivitas peserta secara mandiri maupun kelompok kecil. Saya pun tak ketinggalan melakukan sharing atau berbagai pengalaman yang saya dapat di pelatihan kepada orang-orang terdekat, yaitu teman-teman di pondok pesantren STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.


Awalnya saya kurang begitu yakin apakah mereka tertarik dengan pengalaman saya, tetapi semakin saya menunda semakin besar juga dorongan untuk membagikan pengalaman saya. Jadi, akhirnya saya memilih untuk membagikan pengalaman saya. Sharing ini saya lakukan beberapa kali di bulan April dan Mei setelah saya mengajar anak-anak santri mengaji Alquran setiap malam Kamis. Saya juga sharing bersama teman-teman santri mahasiswa saat diskusi mingguan organisasi program studi di kampus yang mana kegiatan ini bisa menjadi alternatif untuk mengisi kegiatan internal di saat pandemi.

Di dalam proses diskusi ini teman-teman santri begitu antusias dan ingin tahu mengapa saya berinteraksi lintas iman, bagaimana rasanya di tengah orang yang berbeda latar belakang dan apa yang dikhawatirkan. Beberapa dari mereka mengungkapkan kegelisahan pada pengalaman yang mereka temukan di tengah masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya, sebagian bercerita tentang sikap eksklusif orang-orang terdekat terhadap kelompok lain yang berbeda agama, sebagian lain bercerita sebaliknya, yaitu hubungan masyarakat yang harmonis walaupun hidup dalam kelompok masyarakat heterogen. Bahkan di kalangan seagama pun ada perbedaan pendapat dalam menanggapi sesuatu karena ada perbedaan mazhab. Di akhir diskusi merupakan kejutan bagi saya karena beberapa dari mereka mengungkapkan secara langsung ketertarikan untuk bergabung dalam forum atau organisasi lintas iman

Sebenarnya motivasi dasar dan semangat saya beraktivitas terinspirasi dari Kyai Husein Muhammad, pengasuh pesantren Dar at-Tauhid, Cirebon dan penulis buku fenomenal ‘Fiqh Perempuan’ tentang pemikiran moderat yang meliputi: (1) memberi ruang pada perbedaan pendapat dan berdiskusi; (2) menghargai pilihan dan pandangan hidup seseorang; (3) tidak mengabsolutkan kebenaran sendiri; (4) tidak boleh merendahkan pendapat orang lain; (5) menolak tindakan kekerasan atas nama apa pun; (6) menolak atas pemaknaan tunggal teks; dan (7) selalu mencari pandangan untuk kemaslahatan bersama.

Sharing pengalaman dan pengetahuan ini penting dilakukan untuk membiasakan suasana demokratis dan kesempatan untuk melatih diri mengungkapkan gagasan dan menghargai pikiran orang lain dan saya yakin apa yang saya lakukan ini bermanfaat bagi orang lain. Jadi, mari biasakan lakukan kebaikan dan menyebarkan pemikiran moderat demi perdamaian bangsa di tengah keberagaman. (Siti Muliana, mahasiswi Tafsir Alquran STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta dan aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta)

Komentar