Oleh Wilton P.D. Ama
Media digital telah berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin banyak diakses oleh masyarakat. Terlebih saat situasi pandemik dimana interaksi sosial secara langsung menurun drastis karena adanya pembatasan interaksi untuk menahan sebaran virus. Penggunaan media digital melonjak drastis karena beragam aktivitas dialihkan dari rumah, seperti belajar dari rumah, bekerja dari rumah, juga transaksi, semua menggunakan perangkat elektronik. Namun demikian pemanfaatan teknologi digital di Indonesia belum bisa dimanfaatkan secara merata karena beragam kondisi, dari jaringan komunikasi yang belum menjangkau setiap wilayah, keterbatasan pengetahuan dan kemampuan seseorang mengoperasikan perangkat digital dan belum meratanya kepemilikan perangkat digital di masyarakat meskipun populasi telepon genggam lebih banyak daripada populasi penduduk.
Realita
ini diungkap dalam Workshop Stube HEMAT Yogyakarta sebagai bagian program Cyber
Awareness pada 12 September 2020 tentang Media Digital, Konten dan Komunikasi, yang mengupas strategi memanfaatkan media digital,
mengolah konten supaya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menggerakkan
orang. Dr. Leonard C. Epafras, M.Th, seorang peneliti dan dosen teologi
UKDW Yogyakarta dan ICRS dalam paparannya mengungkapkan bahwa interaksi
masyarakat akan bergeser memanfaatkan media digital seiring perkembangan teknologi
dan mereka dari generasi Z dan generasi milenial muda memiliki presentase lebih
tinggi dibandingkan genereasi boomer dan generasi X dalam pemanfaatan media digital
seperti website, media sosial, video digital, gambar, audio dan aplikasi
lainnya. Lebih lagi, kesenjangan digital masih terdapat di beberapa daerah di Indonesia
karena keterbatasan infrastruktur dan jangkauan sinyal (sebagian besar terkonsentrasi
di pulau Jawa), ketersediaan perangkat, polarisasi pasar tenaga kerja dimana nantinya
sebagian pekerjaan manusia akan hilang digantikan mesin. Kesenjangan ini dapat
berefek pada perkembangan nilai ekonomi, sosial dan budaya serta berdampak pada
teknologi informasi dan komunikasi bahkan lingkungan sosial pun ditentukan oleh
sistem digital dengan algoritma tertentu sehingga bisa mempengaruhi perkembangan
modernisasi.
Mempertimbangkan
bahwa orang-orang dari generasi Z dan milenial muda mendominasi penggunakan
media digital, penggunaan telepon genggam lebih banyak dibandingkan PC,
cenderung menyaksikan video dan gambar bergerak dan memanfaatkan media sosial
seperti Youtube, WhatsApp, Facebook dan Instagram, maka dalam pembuatan konten
digital agar memiliki ‘kekuatan’ untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang, mau
tidak mau harus: (1) mengenali siapa dan dimana orang atau sekelompok orang
yang menjadi target dari suatu konten; (2) bahwa sajian perlu dikemas secara
audio visual dan penting untuk memasukkan unsur cerita, bahkan dramatisasi diperlukan
untuk memperkuat cerita; (3) menghindari konten dengan waktu dan durasi yang
panjang; (4) memanfaatkan unsur personalitas maupun institusi sehingga
memuncukan keterhubungan atau connectedness.
Terkadang konten yang berkualitas diperhadapkan dengan logika viral yang
terkadang malah berlawanan, karena konten yang menjadi viral lebih cenderung
pada isu yang kontroversial, tidak lazim, remeh tapi lucu dan unik.
Jadi,
untuk mengolah konten yang memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang memang tidak mudah
dan kuncinya adalah perlu terus belajar, evaluasi dan inovasi. Tidak sekedar
menjadi viral tetapi memiliki kontribusi positif artinya membawa kebaikan dan
mengispirasi orang lain bahkan masyarakat. Mari anak muda dan mahasiswsa, mulai
mengolah konten yang berkualitas, dan teroboslah tantangannya.
Komentar
Posting Komentar