Oleh Yuli Triyani (Mahasiswa STAK Marturia Yogyakarta)
Berbicara mengenai
teknologi, pasti sudah tidak asing lagi di kalangan mahasiswa, terlebih di era ini
mahasiswa dituntut untuk bisa menggunakan teknologi, baik untuk mengerjakan
tugas kuliah maupun pekerjaan lainnya yang menuntut penggunaan smartphone, laptop,
proyektor dan perangkat lainnya. Pandemik Covid-19 yang terjadi secara global, mengubah
pola hidup setiap orang termasuk dalam perkuliahan yang saya alami di
Yogyakarta, Indonesia.
Perkuliahan yang biasanya
dilakukan dengan tatap muka, menulis di papan, diskusi dan presentasi kelompok,
dan menggunakan proyektor, seketika berubah menjadi virtual education untuk mengantisipasi merebaknya infeksi Covid-19.
Terlihat mudah mengikuti kuliah dari kos, menyalakan smartphone dan mengikuti kuliah, namun kenyataannya tidak mudah,
bahkan terkadang tidak membuahkan hasil baik. Ada beragam persoalan yang
dihadapi para mahasiswa dibalik perubahan pola belajar dengan memanfatkan
keunggulan teknologi dalam menyampaikan materi dan interaksi secara online
menggunakan aplikasi Google meet, Zoom meeting, YouTube dan lainnya.
Nampaknya mudah kuliah
semacam ini tetapi tidak sedikit mahasiswa yang mengeluh dengan perubahan pola
belajar seperti ini karena mereka mesti menyesuaikan diri dengan pola baru
dalam belajar secara online, menghadapi beragam masalah dari jaringan yang
tidak stabil bahkan tidak ada jaringan, beberapa mahasiswa belum mempunyai
smartphone maupun laptop, jadi harus pergi ke warnet untuk dapat mengikuti
perkuliahan online, dan yang paling sering dikeluhkan mahasiswa adalah
keterbatasan alokasi uang untuk membeli paket internet karena aplikasi untuk
kuliah online menguras kuota paket internet. Bayangkan jika satu kali kuliah
online untuk setiap mata kuliah menghabiskan 1 Gb paket internet, dan sehari
ada tiga mata kuliah, berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk membeli paket
internet satu bulan? Sebagian ada yang terbantu karena ada fasilitas wifi,
tetapi bagaimana dengan yang tidak?
Ini menjadi tantangan
baru bagi saya yang datang dari Lampung ke Yogyakarta untuk melanjutkan kuliah.
Saya harus tinggal di rumah kos dan mesti cerdas mengatur keuangan dengan
membatasi pengeluaran atau apa yang bisa dikerjasamakan dengan teman. Namun
bukan mahasiswa namanya jika tidak menemukan solusi, saya dan teman-teman
merespon dengan berkumpul bersama di kos saat kuliah online, satu telepon
genggam atau laptop dipakai bersama, dan bergantian tethering dengan teman, misalnya hari ini menggunakan telepon
genggam Eri, besoknya menggunakan milik Yuli,
dan lusa milik teman lain. Bisa juga dengan pergi ke kampus memanfaatkan wifi. Saya dan teman-teman menikmati
ini, setidaknya bisa menghemat pemakaian paket internet. Selain itu, ada
kesulitan lain ketika menayangkan materi presentasi karena belum terbiasa dengan
aplikasinya yang sering digunakan dalam kuliah.
Pengalaman ini
menyadarkan saya bahwa belajar teknologi tidak hanya pada saat perkuliahan atau
pandemik saja, mengingat teknologi akan terus berkembang jadi saya harus terus
meningkatkan kemampuan diri agar bisa menyesuaikan dengan tuntutan dunia kerja nantinya
dengan teknologi tinggi. Salah satu alternatif yaitu dengan mengikuti kegiatan
di Stube HEMAT Yogyakarta dengan program Cyber Awareness yang membekali saya
dengan motivasi baru untuk belajar banyak hal baik teknologi maupun
keterampilan lainnya yang bermanfaat dan dapat saya bagikan nantinya ketika
kembali ke daerah asal saya.
Komentar
Posting Komentar