Oleh: Yonatan Pristiaji Nugroho
Pertanyaan yang sering muncul di benak kita adalah kita sudah demokratis? ‘Kita’ diartikan sebagai rakyat, pemerintah, pelaku-pelaku politik, sistem maupun kebijakan demokrasi yang ditetapkan. Masing-masing negara menggunakan sistem demokrasi yang berbeda, seperti Indonesia dengan negara kepulauan terbesar dan heterogen, baik penduduk maupun budaya, sistem demokrasi menyesuaikan situasi dan kondisi di masyarakat, karena pada dasarnya demokrasi dengan kedudukan tertinggi adalah rakyatnya, sehingga tujuan demokrasi ditujukan untuk rakyat, melalui hak-hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat secara merdeka.
Harus diakui bahwa pembahasan mengenai demokrasi tidak akan ada habisnya dan demokrasi bukan hanya soal
pemilu, tapi juga mencakup bidang ekonomi, teknologi, dan sosial budaya. Melihat dinamika demokrasi
saat ini menggugah rasa penasaran bagaimana sebenarnya penerapan demokrasi di
negara ini. Ini menjadi titik pijak Stube
HEMAT Yogyakarta mengadakan diskusi tentang demokrasi dengan tema besar ‘Demokrasi dari zaman ke
zaman’ (Sabtu, 17/04/2021) dengan mengangkat
topik ‘Mencerna
demokrasi serta dinamikanya dalam perkembangan teknologi digital dan tantangan
pandemi’ yang dihadiri puluhan mahasiswa dari berbagai daerah yang kuliah di Yogyakarta. Hadirnya
narasumber yang
berpengalaman
di dunia politik yakni George Bungaran
Laurances Panggabean, menjadi hal yang istimewa dalam diskusi kali ini.
Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan bahwa fase demokrasi (1945-1959) merupakan demokrasi
parlementer karena sistem pemerintahan parlementer, dan saat itu kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Era Reformasi menjadi tonggak
bagi
penegakan Demokrasi
Pancasila sebagai koreksi masa Soeharto yang dikenal otoriter. Dari pemaparan
tersebut
timbul pertanyaan ‘Apakah benar demokrasi saat ini rakyatlah yang ada di depan, atau sebaliknya, elit-elit politiklah yang ada di barisan
depan? Saat ini di lapangan warna ‘money politik’ menjadi seperti kebiasaan, dan bukan lagi kapasitas, kualitas, dan kompetensi yang menjadi
patokan calon anggota dewan. Di sini uanglah yang berbicara, siapa yang
menggelontorkan uang dengan nominal
besar membuka peluang mengeruk suara dan terpilih. Sebenarnya, demokrasi tidak hanya pada bidang politik, tetapi juga bisa
mencakup misalnya dalam bidang ekonomi
seperti
UMKM dan
Koperasi sebagai usaha pembangunan masyarakat.
Pdt. Bambang Sumbodo, Board Stube HEMAT, menanggapi bahwa pada tahun (1959-1965) merupakan demokrasi terpimpin dengan ditandai adanya dekrit presiden. Dalam bidang keagamaan, pada era Orde Baru semua keagamaan termasuk gereja, harus memuat asas Pancasila, jika melangar maka tidak akan diakui negara. Bergeser ke era saat ini, kembali lagi politik uang yang andil dalam sistem demokrasi. Ir. Hero Darmawanta M.T, Board Stube HEMAT menyampaikan bahwa bentuk demokrasi yang ada di Indonesia merupakan hasil dari proses yang diambil dari permasalahan dan dinamika bangsa. Demokrasi yang relevan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini sehingga bisa menemukan sistem demokrasi yang cocok agar tidak tertinggal dari dunia luar, termasuk dalam teknologi digital.
Peran generasi muda sangatlah penting bagi tegaknya demokrasi melalui pelaksanaan Pemilu.
Dari diskusi tersebut peserta diajak berpikir apakah demokrasi seperti sekarang inikah yang diinginkan rakyat? Demokrasi yang bijak adalah
demokrasi yang mengedepankan kepentingan rakyat itu sendiri. Mari kita
perjuangkan bersama.***
Komentar
Posting Komentar