Berbagi Kabar Kebenaran di Hari Lahir Pancasila

Oleh Kresensia Risna Efrieno


Pandemi menjadi tantangan masyarakat yang harus dihadapi. Berbagai berita yang beredar menyebabkan kepanikan yang memicu setiap orang mengubah pola hidup, saling waspada, penjagaan keamanan merebak, aktivitas dibatasi dalam lingkaran ketakutan, orang kehilangan pekerjaan, ancaman kemiskinan melanda rakyat. Berita pembagian vaksin menjadi harapan bagi masyarakat, tapi ada pergolakan dan tanda tanya: akankah Corona menghilang dari kehidupan manusia atau kita justru akan hidup bersamanya?

Situasi ini membuat kita bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? Ini tanggung jawab siapa? Di masa pandemi, ruang diskusi menjadi ketakutan bagi setiap masyarakat seluruh pelosok negeri di Indonesia. Oleh karena itu, anak-anak muda didorong untuk berpikir kritis meski pandemi. Stube HEMAT Yogyakarta bersama mahasiswa mengupas dalam Bedah Buku dan Diskusi pada Selasa (01/06/2021) tentang buku ‘Zaman Otoriter: Corona, Oligarkhi, dan Orang Miskin karya Eko Prasetyo, dengan menghadirkan sang penulis sebagai narasumber bersama Pdt. Bambang Sumbodo, S.Th. M.Min, Board Stube HEMAT untuk mengupas buku. Diskusi ini juga sebagai peringatan hari lahir Pancasila ke-76, dimana biasanya peringatan hari lahir Pancasila identik dengan kegiatan seremonial, upacara di lapangan untuk sekolah, mengumandangkan lagu Garuda Pancasila dan baris-berbaris.  Stube HEMAT Yogyakarta melakukan dengan cara berbeda, yaitu bedah buku bersama mahasiswa untuk menambah wawasan dan melek terhadap fenomena di sekitar.

Pembukaan diskusi oleh Ariani Narwastujati, Direktur Eksekutif Stube HEMAT, memantik peserta untuk melihat sekitar, mengkritisi dan bertanya pada sumber yang benar, terkhusus di masa pandemi yang mengancam ekonomi dan ancaman disintegrasi bangsa karena paham radikal. Selanjutnya peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila untuk membangun kembali kebersamaan sebagai satu bangsa. Sebagai ruang belajar mahasiswa, Stube-HEMAT menyajikan cara diskusi buku yang berbeda, dengan memberi kesempatan mahasiswa menyampaikan isi buku per bagian, serta memberikan beberapa masukan dan juga pertanyaan mengenai isi buku. Bagian prolog, muncul pertanyaan ‘Pandemi atau Kenapa Orang Miskin Cuma Boleh Mati’, menyampaikan awal respon pemerintah terhadap corona di Indonesia, sampai akhirnya kepanikan terjadi di masyarakat. Bagian pertama, Zaman New Orba mengungkap kepanikan di masa corona yang terjadi sekarang identik dengan kepanikan masa Rezim Orde Baru. Bagian kedua, ‘Kekuasaan Otoriter Oligarkhi’ membahas kekuatan yang dimiliki sekelompok kecil yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan kebijakan, seolah-olah untuk rakyat namun sebenarnya hanya menguntungkan kelompoknya. Bagian ketiga, ‘Kemiskinan yang diciptakan’ sebagai akibat ketamakan kaum oligarkhi dimana distribusi kesejahteraan tidak merata dan hanya menguntungkan suatu kelompok sehingga terciptalah kemiskinan. Dan bagian refleksi, Otoritarianisme sehari-hari yang merangkum bahwa keberpihakan kepada rakyat belum terwujud dan kebohongan kepada rakyat masih terjadi di negeri ini.

Sebagai respon bedah buku, Eko Prasetyo sangat mengapresiasi konsep Diskusi Buku  ala Stube HEMAT, dimana mahasiswa yang datang sudah membaca buku sebelumnya dan bahkan memberikan kritikan terhadap bukunya. Ini sebuah dialog yang hidup antara penulis buku dan pembacanya. Eko mengakui isi buku adalah ungkapan pengalaman pribadinya dalam melihat kasus pandemi dan sebenarnya buku ini ditujukan kepada mahasiswa. Menurutnya, masa-masa mahasiswa adalah masa yang paling pas dan tepat untuk menyuarakan tentang idealnya berdemokrasi. Bagaimana mahasiswa sebagai pemuda bangsa yang mempunyai tanggung jawab membela kebenaran, menyuarakan keadilan demi kebaikan, dan kebenaran harus menjadi tonggak kebaikan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Lalu, kebenaran seperti apakah yang diharapkan? Mulailah mencoba memfilter dan membongkar kebohongan dari hal-hal yang kecil dan sederhana, berlanjut dengan menyuarakan kebenaran dengan tetap peka dan terus berpikir kritis tentang fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar. Pertanyaan reflektif buat peserta dan anak muda pada umumnya: Beranikah anak muda membongkar kebohongan dan menyuarakan kebenaran? Mari buktikan.***

Komentar