Pepohonan menempati bagian penting dalam daur hidrologi untuk menjaga eksistensi air. Melalui akar pepohonan, air hujan akan meresap ke dalam tanah dan tersimpan sebagai cadangan air tanah. Semakin sedikit pepohonan semakin sedikit potensi air hujan yang ‘tertangkap’ dalam tanah dan semakin rendah kemampuan resap air ke dalam tanah. Ini mengakibatkan suatu daerah cenderung gersang dan kehilangan daya serap tanah, dan saat musim kemarau, tidak ada lagi cadangan air yang bisa dimanfaatkan.
Namun tidak banyak orang paham peran pohon dalam siklus hidrologi sehingga cenderung abai terhadap keberadaan pepohonan, terlebih pepohonan yang memiliki fungsi konservasi air seperti beringin dan gayam yang tidak memiliki nilai ekonomi tinggi dibanding tanaman budidaya lain seperti sengon, jati, akasia dan mahoni. Penyadaran terhadap konservasi air perlu terus digalakkan di masyarakat sampai bisa terwujud gerakan bersama, sebagaimana yang dilakukan Stube HEMAT Yogyakarta dalam program Water Security. Program ini memperkaya pengalaman mahasiswa melakukan aksi penanaman pepohonan yang berfungsi untuk konservasi air, bersama Komunitas Resan Gunungkidul di bantaran sungai Tanjung, desa Bleberan, kecamatan Playen, Gunungkidul (Sabtu, 11/12/2021).
Para
mahasiswa Stube HEMAT Yogyakarta mendalami filosofi pergerakan Komunitas Resan,
pemetaan wilayah geologi Gunungkidul, pengenalan jenis tanaman dan penanaman
pohon di bantaran sungai. Edi Padmo, pionir Komunitas Resan memaparkan
keprihatinannya, “Saya merasa prihatin atas hilangnya mata air-mata air di
Gunungkidul dan berhasrat memperhatikan kembali sumber air-sumber air di
kawasan Gunungkidul. Gerakan ini menjadi ruang aksi orang-orang dari beragam
latar belakang yang peduli kelestarian air. Saya yakin, perlahan namun pasti,
semakin banyak kawasan mata air, tangkapan mata air, dan hutan desa mendapat
‘sentuhan’ komunitas Resan bersama kelompok masyarakat setempat”. Sedangkan Irsyad
Martias, dari Antropologi Universitas Brawijaya memaparkan realita permasalahan
air di Gunungkidul belum menjadi prioritas pembangunan daerah, terbukti dengan
perhatian pembangunan diarahkan pada pengembangan kawasan wisata dan sarana
jalan dibandingkan pembangunan instalasi penyediaan air bersih yang berkualitas
dan akses untuk mempermudah masyarakat mendapatkannya. Sedangkan Budi, praktisi
pertanian organik memandu mahasiswa Stube HEMAT Yogyakarta mengidentifikasi
jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi konservasi air, seperti Nyamplung,
Gayam, Beringin, Loa dan beberapa jenis lainnya. Ia juga memaparkan bahwa
masing-masing anggota komunitas berperan untuk membuat pembibitan pohon.
Dalam aksi penanaman pohon di kawasan bantaran sungai Tanjung, mahasiswa Stube HEMAT tidak canggung melebur bersama para peserta aksi yang berasal dari beragam elemen masyarakat seperti anggota komunitas, masyarakat dan perangkat desa setempat, dan jejaring komunitas di sekitar Gunungkidul. Mereka menyusuri bantaran sungai, menyeberang sungai, mencangkul lubang tanam, menanam bibit tanaman dan memasang tiang penyangga. Kolaborasi ini kian berkesan dengan pertukaran pengalaman berkaitan permasalahan air di berbagai daerah asal mahasiswa, seperti banjir yang terjadi di Sintang, Kalimantan Barat, kesulitan mengakses air bersih saat musim kemarau di Manggarai dan Sumba.
Benarlah
bahwa kepedulian terhadap air tidak hanya wacana, tetapi harus diwujudkan dalam
tindakan, meski nampak sederhana tindakan penanaman pohon akan memberikan
manfaat dan menjaga kelestarian air. Saatnya anak muda mahasiswa mengambil
bagian dalam aksi bersama untuk melestarikan air.***
Komentar
Posting Komentar