Refleksi Peserta Eksposur Lokal ke Lampung
Oleh Yohanes Tola
Menjadi
salah satu peserta program Local Exposure to Lampung adalah kesempatan luar
biasa yang pernah saya alami sampai saat ini. Tidak pernah terpikirkan,
pertemuan saya dengan team Stube HEMAT Yogyakarta di akhir 2021 menghadirkan ‘hadiah’
pengalaman terbaik. Saat itu, saya bertemu dengan team Stube HEMAT Yogyakarta
sebagai ‘orang baru’ yang belum mengenal apa itu Stube HEMAT Yogyakarta, dan saat
itu saya sedang menjabat sebagai ketua Persekutuan Mahasiswa Kristiani (PMK) Institut
Teknologi Yogyakarta.
Selanjutnya, saya mengikuti pelatihan Stube HEMAT Yogyakarta tentang Water Security antara lain memanfaatkan air hujan menjadi air layak minum, kunjungan ke PDAM untuk memahami realita masalah distribusi air di DIY, diskusi bersama WALHI tentang air dan tantangannya. Beragam kegiatan ini membentuk saya menjadi figur yang berusaha menghayati motto Hidup, Efisien, Mandiri, Analitis dan Tekun.
Kegiatan berikutnya yang saya ikuti adalah Local Exposure to Lampung untuk membagikan program pelatihan ‘public speaking’ dan pengenalan Energi Baru Terbarukan (EBT). Di Lampung saya menemukan hal-hal baru, bertemu orang baru, belajar membawakan materi, belajar beradaptasi, belajar kepekaan sosial, dan belajar aktualisasi pengetahuan kampus di tengah-tengah masyarakat. Saya melihat realita dunia secara lebih jelas dan melihat persoalan masyarakat lewat orang-orang yang bergerak lebih dulu untuk mengupayakan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Pertemuan
dengan Pdt. Theofilus Agus Rohadi, S.Th. pendeta di GKSBS Batanghari Lampung
Timur yang juga Multiplikator Stube HEMAT di Lampung mengajarkan saya makna
ketulusan hati yang murni, wujud menggunakan rahmat Tuhan untuk dunia dan anak-anak yang lebih baik. Pertemuan dengan anak-anak
di Pondok Diakonia membuka mata tentang semangat belajar mengalahkan kendala
yang ada, seperti keterbatasan ekonomi, jarak antara rumah dengan sekolah,
keterbatasan fasilitas pendidikan di wilayah, sehingga tinggal di Pondok
Diakonia menjadi pilihan yang tepat untuk melanjutkan studi. Apalagi dengan
melatih keterampilan ‘publik speaking’ akan menjadi nilai lebih untuk mereka. Saya
mendapati pengalaman lain dari Mbah Ji, salah seorang jemaat di GKSBS
Batanghari di mana saya tinggal selama kurang lebih empat belas hari. Bersama beliau,
saya seperti mengalami ‘kuliah’ dan menemukan makna yang membekas, tentang ‘kuliah
Kehidupan’. Pertemuan bersama Yabima dan orang-orang yang bergerak di dalamnya
memberi makna tentang idealisme yang harus dijunjung tinggi di tengah kerusakan
alam saat ini, khususnya dunia pertanian yang mengalami modernisasi berlebihan
yang kemudian meninggalkan nilai nilai tradisional yang ramah pada alam.
Saya
sangat senang bisa memiliki orang-orang luar biasa seperti ini dalam hidup saya.
Saya percaya selalu ada alasan untuk sebuah pertemuan, apakah itu tentang waktu
yang mempertemukan kembali atau tentang waktu yang mengingatkan untuk terus menjaga
kenangan itu. Terima kasih Stube HEMAT Yogyakarta yang menyediakan ruang
belajar ini untuk saya, saya bangga menjadi bagian dari Stube HEMAT Yogyakarta
yang menjadi ‘alarm kehidupan’ saya saat ini, yaitu tentang sebuah sikap dan
cara hidup menjadi mahasiswa akan terus saya jaga dan saya bagikan kepada teman-teman
saya melalui aktivitas organisasi dan sosial saya.***
Komentar
Posting Komentar