Penguatan Masyarakat Pesisir di Tileng, Girisubo

Oleh Trustha Rembaka.         

Pendidikan mesti menjangkau setiap elemen masyarakat, dari kelompok usia, beragam latar belakang, penduduk kota sampai desa, sehingga masyarakat memiliki akses untuk mengalami kemajuan dan kesejahteraan. Semangat berkemajuan mesti dimiliki setiap orang maupun lembaga untuk ikut ambil bagian dalam menjembatani kesenjangan baik pendidikan, ekonomi, teknologi dan lainnya. Semangat ini juga menjiwai Stube HEMAT Yogyakarta merespon kerjasama dengan kelompok mahasiswa KKN di kalurahan Tileng, Girisubo, Gunungkidul, dengan mengutus Trustha Rembaka menjadi fasilitator pelatihan tentang Ekonomi Kreatif berbasis Maritim dan Konservasi Lingkungan di Sekolah Alam Pesisir, dusun Nanas, Kelurahan Tileng (Minggu 14/8/2022). Ini juga sebagai tindak lanjut program Pendidikan di Era Teknologi Maju: Jangan Biarkan Seorang pun Terbelakang.

Kalurahan Tileng merupakan salah satu Kalurahan di kapanewon Girisubo, kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah 17.721 hektar yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sepanjang 7,2 km dengan sebagian besar berupa tebing. Wilayah ini memiliki tiga kawasan yaitu pemukiman, tegalan atau sawah tadah hujan, dan sempadan laut atau kawasan pesisir. Penduduk berjumlah 4.336 jiwa yang mayoritas bekerja sebagai petani tadah hujan dan peternak.

Dalam diskusi, Trustha memaparkan kalurahan Tileng adalah salah satu pelopor desa maritim di DIY untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di kawasan itu. Ini wujud visi Gubernur DIY untuk menjadikan pesisir selatan sebagai halaman depan DIY dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Ekonomi maritim menjadi pilar perekonomian di pantai selatan DIY, tidak saja mengandalkan perikanan dan kelautan, namun juga pertanian dan pariwisata. Langkah awal berupa pengembangan sumber daya manusia melalui Sekolah Alam Pesisir, pelatihan mengolah ikan laut, dan modal bagi petani dan nelayan. Ini merupakan kesempatan baik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat jika mereka tahu apa yang harus dilakukan, apa saja potensi yang ada, bagaimana mengembangkan, dan siapa saja yang ikut ambil bagian. Fasilitator memandu diskusi kelompok yang terdiri dari nelayan, pekerja yang mengolah hasil laut, petani dan pedagang. Mereka mengidentifikasi potensi laut, ladang, perdagangan dan wisata, dan mendata apa yang mereka hasilkan dari tangkapan ikan laut, produk abon dan nugget dari ikan tuna, beberapa jenis sayuran, kacang tanah dan umbi-umbian. Selanjutnya, fasilitator bersama peserta mendalami pengembangan pengolahan produk berupa fillet ikan, varian nugget dan mengidentifikasi jenis keunikan rasa dari ikan-ikan yang dihasilkan.

Dalam topik konservasi lingkungan, fasilitator memancing wawasan peserta untuk menyebutkan pantai-pantai di Gunungkidul dan keunikannya, antara lain pantai Sadeng sebagai pelabuhan, pantai Jogan dengan air terjun dan pantai Nglambor yang memiliki area snorkling. Ia juga mengingatkan keberadaan wisata pantai di Gunungkidul semakin berkembang, di satu sisi mendatangkan income, tapi di sisi lain, pemanfaatan pantai tanpa kajian ekologis pasti mengubah keseimbangan lingkungan, bahkan merusak, misalnya limbah pembuangan toilet, sampah makanan kemasan dan sisa makanan, penghancuran tebing karst untuk akses jalan, sampai hilangnya habitat alami penyu bertelur, dimana gunungkidul menjadi tempat bertelur penyu-penyu langka dunia. Keberadaan Sekolah Alam Pesisir ini bisa menjadi wahana edukasi masyarakat untuk mendapatkan manfaat maritim untuk kesejahteraan tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.

Dari diskusi ini, salah satu peserta, Mujito mengungkapkan ia menemukan wawasan baru tentang kalurahan Tileng memiliki peluang pertumbuhan ekonomi, dari laut menghasilkan ikan yang bisa diolah menjadi beragam produk olahan, mengembangkan singkong menjadi produk keripik dan patilo, mengolah kacang tanah menjadi peyek, dan aneka kacang telur.

Semangat masyarakat untuk belajar dan meraih hidup berkemajuan perlu diimbangi oleh ketersediaan wahana belajar masyarakat dan kemudahan mengaksesnya. Di sinilah para pemangku kepentingan harus bertindak, mekipun desa di pinggiran tapi tidak lagi terpinggirkan. Teruslah berkembang desa Tileng.***

Komentar