Oleh: Sarlota Wantaar
Setiap daerah mempunyai makanan khas masing-masing dan belum tentu makanan tersebut ada di setiap tempat. Salah satunya di tempat saya berasal ada pangan lokal yang unik yang menjadi salah satu makanan khas orang Maluku. Tidak semua orang mengetahuinya dan tidak semua tempat ada, hanya ada di daerah-daerah tertentu. Saya, Sarlota Wantaar dari Maluku, sebuah daerah kepulauan yang dikelilingi laut sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya tinggal di pesisir pantai. Tempat saya ini memiliki salah satu makanan khas yang menjadi sumber karbohidrat, yaitu sagu.
Sagu atau Metroxylon sp, adalah tanaman yang tumbuh di daerah rawa-rawa air
tawar atau daerah rawa bergambut, daerah aliran sungai, dekat dengan sumber air dan
hutan-hutan rawa. Sagu memilki akar serabut yang sangat kuat dan menebal
seiring dengan bertumbuh dan berkembangnya pohon ini. Batangnya membesar sesuai
dengan pertumbuhan, mencapai tinggi 30 meter, berdiameter rata-rata 35-50 cm,
bahkan ada yang berdiameter 80-90 cm, daunnya menjari memanjang mencapai 6-7 meter
dan melebar 5 cm dengan berinduk tulang daun di tengah, serta memiliki
buah setelah berusia dua tahun dan berbunga ketika usia 10-15 tahun. Kemunculan bunga
menjadi tanda bahwa
pohon sagu siap untuk dipanen.
Dari data Kementerian Pertanian Indonesia, areal sagu nasional seluas 206.150
hektar (2021) yang sebagian besar berupa perkebunan rakyat. Pohon sagu dominan tumbuh di kawasan
Timur Indonesia, seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan
Selatan. Namun berdasar
propinsi, Riau merupakan propinsi yang memiliki kapasitas produksi tertinggi,
yaitu 261,7 ribu ton (2020) dibanding Papua 67,9 ribu ton, dan Maluku 10,04
ribu ton. Mengenai potensi lahan, Indonesia memiliki 5,5 juta hektar namun baru
dimanfaatkan 5% saja, jadi sebenarnya masih bisa dikembangkan ke depan.
Ada dua proses mengolah sagu menjadi bahan makanan, yakni secara manual dan menggunakan mesin. Secara manual yaitu pohon sagu yang sudah tua ditebang menggunakan kapak karena pohon sagu sangat besar dan keras, sehingga tidak bisa menggunakan parang. Kemudian, batang sagu dikupas kulitnya, batang sagu ditetak menggunakan pangkur atau pahat secara bertahap dan dikumpulkan. Selanjutnya, proses peremasan menggunakan dua wadah untuk memulai peremasan serut-serut sagu. Setelah wadah disiapkan, kemudian menyiapkan penyaringan yang terbuat dari kain yang halus, setelah semua peralatan siap maka dilanjutkan dengan proses peremasan menggunakan air mengalir. Setelah diremas, dibiarkan atau diendapkan. Hasil saringan atau pati dipindahkan ke wadah, biasanya memanfaatkan daun sagu yang dibuat. Ketika sudah jadi, maka sagu siap diolah dengan bergai macam seperti membuat papeda yang langsung dimakan sebagai pengganti nasi, digoreng, cemilan, membuat kue, dan pom-pom.
Pohon sagu, selain untuk bahan makanan, bagian-bagian pohon sagu bisa digunakan untuk bahan bangunan, seperti daunnya untuk atap rumah, disebut rumbia. Kemudian pelepah bisa digunakan untuk tembok rumah, seperti rumah adat Maluku yang unik dengan atapnya dari daun sagu. Pemanfaatannya pun semakin berkembang dengan desain yang kreatif. Rumah yang terbuat dari kayu pohon sagu tetap eksis di masyarakat walaupun zaman sudah modern, karena budaya dan semangat untuk melestarikan terus terjaga. Mari cintai dan lestarikan potensi lokal daerah! ***
Komentar
Posting Komentar