Memahami Lautan Indonesia: Potensi dan Ancaman (Bedah Buku)

Oleh: Tim Stube HEMAT.          

Sekelompok mahasiswa merangkai puzzle kepingan pulau-pulau membentuk peta Indonesia. Mereka bekerja keras Menyusun puzzle itu sesuai komposisi di peta. Namun kenyataannya, tidak setiap kelompok mampu menyusunnya secara tepat. ‘Games’ ini mengawali kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta bersama mahasiswa untuk mendalami Ekonomi Kelautan, di mana mahasiswa mempelajari Indonesia sebagai negara kepulauan secara holistik, mahasiswa menemukan potensi kelautan Indonesia dan terobosan kerjasama lintas sektoral untuk ekonomi kelautan dan mahasiswa berperan dalam mempromosikan dan menyadarkan masyarakat Indonesia akan potensi laut yang dimiliki. Indonesia terdiri dari daratan dan lautan dengan 17.508 pulau sehingga disebut sebagai ‘archipelagic state’, negara kepulauan berdasarkan ‘United Nation Convention on the Law of the Sea’ (UNCLOS) 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica. (21/1/2023)

Kegiatan pertama dalam program Ekonomi Kelautan adalah bedah buku ‘Keamanan Maritim dan Ekonomi Biru: Transformasi Ekonomi Kelautan Berkelanjutan di Indonesia’ karya Humphrey Wangke terbitan Yayasan Pusataka Obor Indonesia, tahun 2021. Trustha Rembaka menyampaikan materi model ekonomi kelautan yang berkelanjutan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir dan ketahanan pangan, menjadikan laut sebagai sumber energi global, serta menjadi kawasan yang aman bagi lalu lintas perdagangan internasional, seperti tujuan Ekonomi Biru. Ekonomi Biru akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kehidupan dan inklusi sosial tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan laut dan wilayah pesisir karena sumber daya laut terbatas dan kondisi fisiknya telah dirugikan oleh tindakan manusia.

Selanjutnya Daniel Prasdika, memaparkan Keamanan Maritim dan Urgensi Kehadiran Bakamla Dalam Pengamanan Wilayah Perairan Indonesia. Wilayah Indonesia terdiri dari kawasan darat dan laut, dua per tiga wilayah Indonesia berupa lautan. Keberadaan lautan Indonesia memiliki potensi kekayaan laut yang besar dan memberikan pilihan-pilihan untuk dikembangkan. Namun demikian, semakin luas lautan semakin berat konsekuensi bangsa ini untuk mengelola wilayah lautan dan seisinya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga kelestariannya. Perairan Indonesia rentan dari kejahatan maritim, seperti penyelundupan Bahan Bakar Minyak, narkoba, pelanggaran wilayah kelautan, perdagangan manusia, dan penyelundupan bahan berbahaya, karenanya perlu badan keamanan laut (Bakamla) untuk mengawasi dan menjaga keamanannya.

Selanjutnya, Daniel menyampaikan pengelolaan laut secara berkelanjutan yang berbasis pada peningkatan perekonomian dari sektor laut dengan empat pilar pembangunan kelautan yang berkelanjutan, meliputi sustainability, inter generational equality, intra generational equality, dan public participation. Empat pilar pembangunan ini menjadi rambu-rambu pengembangan sumber daya laut yang lebih baik.

Pembahasan tentang ‘Tantangan Terhadap Pengelolaan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan’ dipaparkan oleh Kresensia Efrieno, yang membahas sampah plastik di laut semakin kritis karena produksi sampah plastik dunia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tercatat produksi sampah plastik dunia tahun 2008 mencapai 260 ton, 2013 mencapai 299 ton dan 2016 meningkat 77% jadi 1,3 miliar ton, dan 8 juta ton di antaranya terbuang ke laut. Bahkan diprediksi tahun 2025 akan lebih banyak sampah plastik dari pada ikan! Ini berdampak buruk bagi ekosistem laut dan kelestariannya secara berkelanjutan. Organisasi-organisasi dunia termasuk PBB melakukan kampanye beberapa program untuk mengurangi sampah plastik di laut.

Bedah buku ini memperkaya wawasan para mahasiswa untuk ‘mengarungi’ kelautan Indonesia dan membuka pikiran mereka untuk secara kreatif menemukan ide-ide berwirausaha berbasis kelautan sehingga memiliki nilai ekonomis untuk peningkatan kesejahteraan. ***


Komentar