Keseharian Pelabuhan Sadeng

Oleh: Hizkia Rifaldini.          

Gemuruh ombak tidak lelah menggempur bibir anjungan, nampak awan berarak indah melintasi langitnya, sementara angin bertiup mengibarkan bendera navigasi nelayan di sudut pelabuhan. Kapal-kapal bersandar dan para nelayan sabar menunggu kapan boleh melaut. Inilah gambaran Sadeng, sebuah Pelabuhan Penangkapan Ikan (PPI), yang terletak di desa Songbanyu, Girisubo, Gunungkidul Yogyakarta. Kehidupan keseharian warga di sekitar pelabuhan ini adalah bekerja sebagai nelayan dan sebagian besar dari mereka juga bekerja mengelola sawah, supaya kehidupan sehari-hari dapat terpenuhi. Menurut mereka jika hanya mengandalkan hasil melaut, mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Saya dan mahasiswa lainnya bersama tim Stube HEMAT memiliki kesempatan berkunjung ke pelabuhan ini untuk melihat dari dekat, sekaligus berinteraksi dengan kehidupan para nelayan dan mengamati potensi ekonomi kelautan (4/02/2023). Di pelabuhan Sadeng ini kami bertemu dengan anak buah kapal bernama Mujito yang mengajak kami berkeliling untuk mengetahui isi sebuah kapal. Dalam percakapan yang terjadi, saya menjadi tahu bahwa para nelayan pergi melaut bersama tim yang mencakup nahkoda dan anak buah kapal (ABK), dan mereka membutuhkan waktu selama satu minggu di laut. Sebelum melaut, perlu diperhatikan apa saja yang dipersiapkan, mulai dari pasokan makanan untuk memenuhi asupan mereka, selain bahan bakar, obat-obatan, dan air untuk mandi.

Selama seminggu di laut, hasil tangkapan yang diperoleh kurang lebih mencapai 5 ton. Jenis tangkapan cukup beragam seperti ikan cakalang, tuna, dan tongkol. Ketiga jenis ikan ini dapat ditangkap sepanjang tahun. Selain ikan, mereka juga menangkap hasil lainnya seperti cumi-cumi dan ubur-ubur. Ketika hasil laut ini sudah tiba di darat, maka ikan hasil tangkapan langsung diserahkan kepada pengepul untuk dijual. Namun, karena harga jual yang rendah, maka rupiah yang didapatkan pun cukup sedikit, apalagi hasil dari penjualan harus dibagi antara nahkoda, ABK, dan juga dikurangi biaya sewa kapal apabila kapal yang dipakai milik pihak lain.

Ibu-ibu nelayan juga berinovasi untuk memanfaatkan salah satu hasil tangkapan ikan, yaitu ikan tuna untuk dijadikan abon. Dengan adanya produk turunan seperti ini, akan menambah pemasukan masyarakat dan membuka lahan pekerjaan baru bagi ibu-ibu yang ada di sekitar pelabuhan Sadeng. Pengolahan abon ini juga dapat memperpanjang masa simpan ikan tersebut dan dapat dijadikan oleh-oleh. Selain rasanya enak dan bergizi, harganya pun terjangkau.

Para nelayan Sadeng dan istrinya adalah kelompok masyarakat yang gigih dan penuh optimisme yang menaruh harapan di pelabuhan ini. Modal sosial yang ada akan berkembang pesat jika ada sentuhan dan kerjasama yang terjalin dari para pemangku kepentingan setempat. Hari-hari adalah harapan-harapan baru dan laut menyediakan bagi mereka. Tiada hari yang dipertaruhkan tanpa laut dalam raut wajah mereka. ***


Komentar