Melihat Kehidupan Para Nelayan Di Pantai Sadeng

Oleh : Efrentus Posenti Orung.          

Potensi sumber daya kelautan dan perikanan diyakini masih menjanjikan sebagai andalan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Keyakinan terhadap keandalan sumberdaya ini tidak lain karena sumberdaya ikan sebagai salah satu komponen hayati yang paling banyak dimanfaatkan dan dapat diperbaharui. Untuk itu, ekspansi pada bidang perikanan terus dikembangkan di Indonesia, salah satunya dengan pembangunan pelabuhan-pelabuhan perikanan yang baru dan juga TPI atau Tempat Pelelangan Ikan.

Salah satu proyek pembangunan pelabuhan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng. Pelabuhan perikanan pantai Sadeng merupakan pelabuhan yang paling berpengaruh di Daerah Istimewa Yogyakarta, karena sebagian besar hasil ikan yang didapat di provinsi DIY dihasilkan oleh pelabuhan perikanan pantai Sadeng. Secara administratif pantai Sadeng terletak di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul, DIY. Jarak tempuh sekitar 70 km dari kota Yogyakarta dan memakan waktu kurang lebih 3 jam perjalanan. Perjalanan menuju Pantai Sadeng kita akan banyak sekali melihat pemandangan yang masih alami, bukit kapur yang memanjang membentuk aliran sungai. Sepanjang tepian sungai purba telah berganti menjadi lahan bertanam palawija dan tanaman lain yang dibudidayakan penduduk. Penduduk di sekitar pantai Sadeng memiliki dua profesi sekaligus, sebagai petani dan nelayan, namun rata-rata para petani merupakan penduduk setempat, sedangkan para nelayan hampir semuanya pendatang mulai dari daerah Cilacap, Pekalongan, Sulawesi hingga Semarang. Sembilan puluh persen nelayan yang kami temui adalah pendatang. Sebagian nelayan memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani jika tidak sedang melaut atau ketika cuaca sedang buruk.

Jenis kapal yang digunakan nelayan bisa dikelompokkan menjadi tiga macam, seperti PMT (Perahu Motor Tempel) (<5 GT), Sekoci (5-30 GT), dan Slerek (>30 GT). Nelayan yang menggunakan PMT bisa memasang jaring berkisar 0 hingga 4 mil laut dari ujung pantai, kapal Sekoci bisa melaut dari 4 mil laut, sedangkan Slerek bisa melaut dari jarak 12 mil laut. Mari sejenak kita mengetahui sedikit dari kebiasaan para nelayan dalam mencari ikan di pantai Sadeng. Para nelayan PMT biasanya membutuhkan waktu melaut selama 1 hari, nelayan Sekoci mampu lebih lama sekitar 5-7 hari dan Slerek bisa menghabiskan waktu melaut lebih dari dua minggu. Hasil tangkapannya bermacam-macam tergantung dari musim, tetapi pantai Sadeng terkenal dengan hasil ikan tuna dan cakalang untuk segala musim.

Seorang nelayan bernama Mujito yang kami temui mengatakan bahwa hasil tangkapan yang diperoleh dalam sekali melaut mencapai 100 kg – 1 ton. Jika musim sedang bagus hasil laut bisa lebih dari 1 ton. Namun tak jarang juga sekembalinya nelayan dari melaut, hasil tangkapan nelayan tidak mencapai 1 ton bahkan hanya ½ ton.

Pembagian pendapatan dari melaut cukup menarik karena pemilik kapal PMT akan mengantongi 25% dari hasil tangkapan. Bagi pemilik kapal besar akan mendapatkan bagian 50% dari hasil tangkapan. Pendapatan nelayan memang tidak menentu, maka wajar jika nelayan tidak bisa memastikan berapa pendapatannya selama satu bulan, namun diperkirakan mencapai 1-3 juta perbulan bahkan mungkin lebih. Perlu diketahui bahwa sistem bagi hasil telah diatur oleh pemerintah dengan UU Bagi Hasil Perikanan Republik Indonesia No. 16 Tahun 1964 Bab II Pasal 3 B, namun dalam pelaksanaannya nelayan masih menggunakan aturan kebiasaan dalam sistem bagi hasil.

Harga-harga kebutuhan hidup dan jumlah tanggungan keluarga menjadi beban tersendiri bagi kehidupan nelayan. Harga bahan-bahan pokok di pesisir pantai tidaklah semurah yang kita temukan di pertengahan kota. Apalagi harga BBM sebagai modal utama menjalankan mesin perahu untuk melaut harganya bisa mencapai 10.000 rupiah per liter, belum termasuk perubahan harga BBM yang terjadi pada saat ini. Cuaca dan gelombang air laut yang pasang surut acap kali menjadi ancaman bagi keselamatan nelayan saat melaut.

Hal yang perlu diperhatikan di Pantai Sadeng adalah belum ada upaya pengolahan ikan untuk meningkatkan daya jual ikan, mengingat sebanyak 55% nelayan yang kami temui, pendidikan terakhirnya adalah setingkat Sekolah Dasar. Akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga nelayan masih dirasa jauh, sehingga anak-anak harus menempuh jarak jauh menuju sekolahan dan keluhan sakit para nelayan tidak cepat tertangani. Para nelayan berharap pendidikan rendah yang mereka miliki jangan sampai terulang untuk anak-anak mereka. Kehadiran pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan pendidikan untuk anak-anak mereka sangat diperlukan. ***


Komentar