Aku Mencangkul Maka Aku Hidup

Oleh Daniel Prasdika.          

Tahun 2020 adalah tahun istimewa, karena itulah pertama kali saya menginjakkan kaki di Jawa, tepatnya di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk studi di STAK Marturia Yogyakarta jurusan Theologi. Kesempatan studi di perguruan tinggi merupakan berkat Tuhan, mengingat banyak anak muda tidak bisa studi lanjut disebabkan hambatan ekonomi atau minim keinginan belajar. Saya tidak hanya semata-mata kuliah saja. Selain mengerjakan kewajiban sebagai seorang mahasiswa theologi, saya juga mengolah lahan pertanian. Ini sebuah perwujudan melakukan perintah Tuhan mengelola sumber daya alam.

Berbekal pengetahuan bertani dari bapak di Lampung, tahun 2020 saya memulai menanam padi dengan menyewa lahan pertanian milik desa Nologaten. Bercocok tanam padi merupakan pilihan saat itu karena saya belum melihat altenatif lain. Setelah pengalaman tiga kali tanam padi, saya mulai menanam kacang panjang, terong, dan cabai. Ketiga tanaman ini perlu pengolahan lahan dan membuat gulutan atau bedengan agar tanaman tidak terendam air ketika hujan. Perawatan tanaman ini pun beragam, misalnya cabai harus memperhatikan pertumbuhan bunga bakal calon cabai dan membersihkan gulma di sekitar tanaman cabai, bahkan memangkas cabai yang busuk supaya tidak menulari cabai lainnya. Sedangkan perawatan kacang panjang lebih pada penyulaman benih yang tidak tumbuh dan pemasangan lanjaran untuk merambat tanaman. Hama yang sering muncul adalah semut hitam dan belalang, namun bisa diatasi dengan insektisida sesuai dosis.

Semangat bertani juga saya dapatkan dari Stube HEMAT Yogyakarta, khususnya program Keanekaragaman Hayati: Inisiatif  Pangan Lokal di tahun 2022. Saya menemukan pencerahan pentingnya mengolah pangan lokal untuk menunjang perekonomian suatu daerah karena setiap daerah memiliki pangan lokal yang khas. Setelah pelatihan, saya menerapkan dengan menanam jagung. Sebenarnya tidak sulit merawat tanaman jagung agar menghasilkan panen yang memuaskan, hanya perlu perawatan yang sungguh-sungguh, mulai dari pemupukan, saat tanaman berumur dua minggu, dan ketika jagung sudah mulai memperlihatkan bakal buah. Tidak lupa memangkas bakal buah yang tidak terlalu baik pertumbuhannya untuk menyeleksi jumlah buah dalam satu pohon. Setelah itu, tinggal menunggu panen antara 60-70 HST (Hari Setelah Tanam) dan memantau serangan hama. Tanaman lain yang saya tanam adalah bestru, dari jenis gambas atau oyong. Menanam bestru cukup mudah karena hanya menyiapkan lahan dan tempat untuk merambatnya tanaman. Buah bestru dimanfaatkan sebagai sayur dan spons jika seratnya sudah tua.

Untuk menanam jagung, saya mengeluarkan modal Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) untuk benih, pupuk dan sewa lahan. Saat panen jagung periode pertama, saya memperoleh 150 kg jagung dengan harga 7.000/kg. Itu berarti  total income Rp 1.050.000 atau setidaknya 350 ribu per bulan, belum termasuk hasil penjualan janggel (posol/jagungmuda) dan batang jagung untuk pakan ternak. Selain untuk konsumsi sehari-hari, saya bisa mengolah pangan lokal dan memiliki income untuk biaya kuliah.

Menurut saya, mahasiswa tidak cukup hanya kuliah saja, tetapi perlu memiliki kesadaran mengolah sumber daya alam dan diwujudkan dalam tindakan. Aku mencangkul maka aku hidup, sebuah motto yang menyemangati untuk turut serta mengolah pangan lokal yang berkelanjutan selain mendapatkan income untuk hidup. Ayo, terus semangat! ***


Komentar