Barrataga: Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa

Oleh: Sarlota Wantaar, S.Pd.          

Bencana sewaktu-waktu mengancam kehidupan manusia, untuk itu perlu hidup berdampingan dengan bencana dan memiliki bekal pengetahuan dan kesiapan diri menghadapinya. Di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan bahwa tahun 2022 terjadi 3.544 kejadian bencana yang didominasi oleh banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, gempa bumi, gelombang pasang dan abrasi, serta kekeringan. Sebagian masyarakat belum sepenuhnya paham bagaimana mengantisipasi dan menghadapi bencana, sehingga timbul banyak korban dan kerugian ketika terjadi. Jadi penting bagi setiap orang memiliki pengetahuan berkaitan kesiapan menghadapi bencana.

Pemikiran di atas menjadi titik pijak Stube HEMAT membekali mahasiswa di Yogyakarta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, untuk mengetahui ancaman bencana di daerahnya, bagaimana menyiapkan diri dan seperti apa edukasi yang tepat untuk masyarakat setempat. Dengan tema ‘Siapkah Kita Menghadapi Bencana?’ Stube HEMAT Yogyakarta bersama mahasiswa melakukan kunjungan belajar ke museum gempa Prof Dr. Sarwidi di Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta (Senin, 01/05/2023).

Dalam eksposur ini Trustha Rembaka, koordinator Stube HEMAT Yogyakarta memperkenalkan lembaga dan mahasiswa kepada Prof. Dr. Sarwidi dan staff museum. Ia juga menyampaikan tujuan kunjungan belajar untuk memperkaya wawasan mahasiswa tentang kesiapsiagaan terhadap gempa dan referensi bangunan tahan gempa. Selanjutnya Prof. Dr. Sarwidi memperkenalkan museum gempa, dimana keberadaannya dimulai sejak Juli 2006 sebagai edukasi masyarakat sekaligus tempat wisata edukatif. Gagasan ini muncul karena masyarakat Indonesia belum sepenuhnya paham bahaya dari bencana alam.

Ia mengatakan bahwa gempa bumi terjadi karena bumi ‘hidup’ artinya bumi bergerak. Ketika bergerak itulah bumi melepaskan energi dan menyebabkan gempa dari kekuatan kecil sampai besar. Sebenarnya apabila bumi tidak melepaskan energi, itu berbahaya karena bumi bisa meledak. Jadi manusianyalah yang harus beradaptasi dengan fenomena gempa baik dari kesadaran diri, pengetahuan sampai kualitas infrastruktur untuk bangunan fasilitas publik. Peserta mendalami model-model gempa bumi, replika bangunan yang hancur dan miniatur konstruksi Barrataga yang ditemukan oleh Prof Dr. Sarwidi sejak 2003.

Barrataga sendiri adalah bangunan rumah tahan gempa dengan mempertimbangkan bentuk rumah dengan lokalitas, jadi desain bangunan menggunakan rumah seperti biasanya dengan penguatan di bagian-bagian tertentu, seperti dinding, rangka, pondasi sampai struktur atap. Bagian-bagian ini dirancang menjadi sistem yang integral. Lapisan pasir di bawah pondasi dengan ketebalan tertentu sebagai peredam, tulangan beton modifikasi untuk beradaptasi dengan gaya tarik dan tetap lentur, penguatan dinding dengan kolom menggunakan angkur, modifikasi tembok berserat untuk mengurangi getas tembok.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, peserta mempelajari aplikasi InaRISK, sebuah aplikasi yang menyajikan data wilayah dan ancaman bencana, populasi yang terdampak, potensi kerugian, termasuk panduan mitigasi bencana sehingga masyarakat bisa mengenali ancaman bencana tertentu di daerah tempat mereka tinggal dan langkah pengurangan resiko bencana. Para mahasiswa pun mendownload aplikasi ini dan berlatih untuk memetakan ancaman bencana. Tak ketinggalan, peserta mengisi kuisioner untuk mengukur rumah tinggal mereka tahan gempa atau tidak, sesuai dengan petunjuk aplikasi yang ada. Ternyata sebagian besar rumah mereka tidak sesuai dengan struktur pembangunan tahan gempa.

Dari eksposur ini, Mensiana Baya, mahasiswa dari Sumba Timur mengungkapkan, “Saya baru tahu kalau ada aplikasi yang membantu proses pembangunan rumah. Ini sangat membantu saat membangun rumah dan bisa berbagi ke keluarga. Kunjungan ini sangat berharga karena kuliah saya di jurusan pendidikan dan tidak ada materi khusus tentang kebencanaan dan struktur bangunan.

Siap tidak siap gempa pasti terjadi, tinggal manusia yang harus beradaptasi dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang gempa dan bencana lain. Dengan pengetahuan mengenai infrastruktur yang tangguh, maka kehidupan yang lebih aman semakin bisa diraih.***


Komentar