Menjaga Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Pendampingan Warga Dusun Klegung, Nglipar

Oleh Stube HEMAT Yogyakarta.          

Apa saja tanaman bahan pangan yang ada di sekitar rumah anda masing-masing? Ini pertanyaan yang dilontarkan Trustha Rembaka, koordinator Stube HEMAT Yogyakarta, kepada warga dusun Klegung, Katongan, Nglipar yang mengikuti Diskusi Ketahanan Pangan Rumah Tangga, bekerjasama dengan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata 56 STPMD APMD Yogyakarta (28/8/2023). Mereka bersemangat menceritakan tanaman bahan pangan yang ada di rumah mereka, antara lain cabe, sawi, terong, seledri, jagung, singkong, pepaya, bawang merah, sampai sumber pangan hewani seperti kambing, sapi, dan lele.

Pertanyaan di atas menjadi pembuka diskusi dengan isu Ketahanan Pangan di Indonesia yang menjadi perbincangan menarik karena berkaitan dengan beragam faktor, seperti bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan, berkurangnya luasan lahan pertanian karena perubahan fungsi lahan pertanian, ancaman perubahan iklim dan pertanian sendiri belum menjadi primadona bagi anak muda untuk bekerja di dalamnya. Namun demikian sebenarnya dunia pertanian akan terus ada seiring dengan kehidupan.

Selanjutnya Trustha memaparkan bahwa secara regulasi pemerintah sudah memiliki UU No 12 Tahun 2012 tentang Pangan, pasal 1 ayat 4, Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Pertanyaan lanjutnya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan sampai perseorangan? Salah satu alternatifnya yaitu memperkuat ketahanan pangan rumah tangga dengan cara memetakan kebutuhan pangan keluarga.

Dalam proses pemetaan ini masing-masing peserta tahu bahan pangan apa yang sering dikonsumsi oleh keluarganya dan apa saja yang bisa mereka budidayakan baik secara keluarga maupun kelompok masyarakat setempat. Di sini para peserta belajar tentang prinsip ‘nandur apa sing dipangan, mangan apa sing ditandur’ (bahasa Jawa) atau ‘menanam apa yang dimakan, makan apa yang ditanam.’

Trustha juga memandu peserta mengenal keragaman pangan yang bersumber dari hewani seperti ayam, itik, ikan nila, lele, daging sapi, maupun sumber pangan nabati seperti singkong, padi, ubi jalar, gembili, sawi kangkung, pepaya dan jahe. Kemudian mencermati bahan pangan berdasar waktu panennya, apakah harian (telur), mingguan (kecambah, persemaian), bulanan (sawi, kangkung, triwulan: cabe, terong, nila, lele), semester (pembesaran ternak, sampai tahunan seperti buah-buahan). Keberagaman pangan ini menjadi unsur penguat dalam ketahanan pangan.

Dari akhir sesi, sebagai aksi tindak lanjut menjaga ketahanan pangan rumah tangga, peserta merancang penanaman benih-benih baru di pekarangan rumah maupun di sebagian ladang. Selama proses diskusi berlangsung, terungkap cerita-cerita seperti ada keluarga yang punya panen lebih, ada juga yang membutuhkan benih tertentu untuk kebunnya, menariknya, beberapa peserta tergerak untuk menawarkan benih yang dimiliki supaya ditanam oleh rekan lainnya.

Pengetahuan, kesadaran, kemauan bertindak dan rasa kebersamaan di antara peserta telah mereka miliki. Ini menjadi modal dasar mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga. Dusun Klegung pasti bisa!

Komentar