Mengolah Kuliner Berbahan Labu Kuning

Oleh Kresensia R. Efrieno.          

Labu kuning dengan nama latin Cucurbita moschata merupakan tumbuhan berkayu dan banyak ditemui di wilayah Indonesia. Tanaman ini memiliki bunga berwarna kuning berbentuk lonceng dan buah berwarna hijau tua dan kuning coklat. Kandungan gizi 100 gram labu kuning adalah air 93,69 g air, energi 20 g kalori (Kal), protein 0,72 g, lemak 0,07 g, karbohidrat 4,9 g, serat 1,1 g, kalsium 15 miligram (mg), zat besi 0,57 mg, magnesium 9 mg, fosfor 30 mg dan kalium 230 mg. Umumnya labu kuning dikonsumsi sebagai campuran kolak, puding, kue dan sup dengan proses kukus rebus, tumis, panggang, sangrai dan bakar.

Labu kuning menjadi salah satu jawaban atas tindakan Inisiasi Pangan Lokal: Mengolah Labu Kuning menjadi beragam produk di Sekret Stube HEMAT Yogyakarta (Sabtu, 16/09/2023). Pelatihan ini menghadirkan beberapa mahasiswa yang berlatar belakang daerah serta jurusan yang berbeda untuk memperkaya wawasan mereka tentang pangan lokal, mengenal labu kuning dan produk turunannya, sebagai ragam produk kuliner.

Trustha Rembaka, S.Th, koordinator Stube HEMAT Yogyakarta menggali wawasan mahasiswa tentang pengolahan labu kuning di daerah masing-masing. Sebagian besar mengungkapkan bahwa mereka mengolah labu menjadi sayur dan kolak. Namun, ada beberapa menceritakan bahwa mereka mengolah biji labu kuning menjadi lauk makanan dengan disangrai, sebagaimana yang dilakukan di Sumba dan Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Mahasiswa menjadi lebih terbuka wawasan kulinernya saat Prihartanti, yang akrab dipanggil Mbak Tanti, seorang praktisi kuliner membagikan pengalamannya mengolah labu kuning menjadi produk kuliner yang beragam dan menarik, seperti puding, bolu kukus, donat, tepung, kwaci biji labu dan stick labu. “Labu kuning bisa diolah menjadi bermacam produk untuk jualan, hari ini kita praktekkan empat resep yang mudah, murah, dan cocok dilakukan oleh anak kos seperti teman-teman ini, karena menggunakan alat masak sehari-hari, yaitu donat, puding, bolu kukus dan stick”, ungkapnya. 

Mahasiswa nampak antusias dalam sesi praktek karena mereka sendiri yang mengolah. Bahan dasar donat, bolu kukus dan stik menggunakan kombinasi labu kukus dan terigu, sementara puding menggunakan labu kukus dan tepung agar-agar. Proses pembuatan 4 makanan ini dilakukan secara bergantian dan setiap peserta melakukan dan mencatat, bahkan mendokumentasikan bahan dan cara pembuatannya. Kegiatan ini berlangsung selama satu hari sampai produk siap saji.

Melalui aktivitas ini mahasiswa memiliki bekal baru mengolah bahan pangan lokal, yang laku di pasaran untuk menambah uang saku. Pengolahan pangan lokal yang ada di sekitar menjadi peluang bagi siapa pun, termasuk anak muda, yang memiliki semangat dan kreativitas. Jadi, bahan pangan lokal ternyata potensial, bukan? Ayo manfaatkan peluang bisnis, dengan mengolah potensi pangan nusantara.***


Komentar