Pertajam Pikiran Dan Perhalus Perasaan

Oleh: Stube HEMAT Yogyakarta.          

Karya sastra merupakan ekspresi pikiran dalam bentuk tulisan yang bisa dipakai untuk mengungkapkan fakta kehidupan manusia dengan berbagai persoalan yang dihadapinya secara artistik dan imajinatif, yang mampu memberi efek positif pada kehidupan manusia. Karya sastra biasanya memiliki bahasa yang indah dan tersusun dengan baik sehingga mampu memberi kesan di hati para pembacanya. Hal ini juga ditunjukkan dalam novel berjudul “Mawar Hitam Tanpa Akar” karya penulis perempuan kelahiran Jayapura bernama Aprila Wayar. Dari beberapa sumber, Aprila Wayar disebutkan sebagai novelis perempuan Papua  pertama di era tahun 2000-an. Novel ini dicetak pertama kali pada tahun 2009.

Menikmati sebuah karya sastra merupakan langkah yang bisa mempertajam pikiran analisis pembaca, dan melalui tutur bahasa dan alur cerita yang disajikan, hati sanubari pembaca yang halus disentuh yang selanjutnya emosinya mulai dipermainkan. Novel ini disajikan dengan sederhana namun mampu menyampaikan pesan yang sangat dalam atas apa yang terjadi. Dengan tebal 194 halaman, pembaca bisa membacanya dalam beberapa saat, dan dimanjakan dengan keutuhan pemahaman alur cerita. Terbagi dalam VI bab, novel ini memberi sudut pandang dari masing-masing tokoh yakni Anna, Tom, Michael, dan Sari sehingga membantu pembaca lebih mudah memahami kisah yang coba dituturkan oleh penulis.

Dengan latar belakang dinamika politik dan peristiwa kerusuhan yang terjadi di Papua, novel ini juga menggambarkan romansa cinta antara anak manusia yang dibumbui dengan perselingkuhan. Memakai latar belakang kota-kota yang ada di Papua, Jawa, Sulawesi, bahkan luar negeri, melahirkan pengertian bahwa para tokoh cerita memiliki pergaulan dan wawasan yang luas yang mampu membuat para pembacanya merasa bahwa kisah ini adalah kisah mereka, khususnya bagi para pembaca dari tempat-tempat yang disebutkan.

Patrick Valdano Sarwom, mahasiswa komunikasi STPMD, sebagai penutur novel ini, mampu memantik pemikiran para peserta yang hadir dalam bedah dan diskusi novel “Mawar Hitam Tanpa Akar”, di sekretariat Stube HEMAT Yogyakarta (Jumat, 5/07/2024). Pelanggaran HAM di Papua dengan peristiwa pemerkosaan perempuan Papua, kekerasan demi kekerasan untuk memecahkan persoalan yang terjadi oleh aparat keamanan menjadi sorotan dalam bedah novel dan diskusi ini. Kerinduan masyarakat Papua untuk sebuah kedamaian, kesejahteraan dan keadilan yang seimbang terus menggelora di kalangan kelompok-kelompok yang menyuarakan Papua Merdeka. Tanpa memihak pada kelompok mana pun, novel ini mampu menyuarakan keadilan bagi Papua secara implisit. Keseruan pendapat dari mahasiswa yang hadir bermuara pada satu pemikiran bahwa kemajuan pembangunan infrastruktur yang telah ada tidak berarti meninggalkan pembangunan manusianya yang menjadi tujuan utama pembangunan. Membangun dari manusianya adalah kebutuhan Papua. ***

Komentar