Oleh Stube HEMAT Yogyakarta.
Diskusi virtual Stube HEMAT Yogyakarta merupakan ruang belajar mahasiswa dan aktivis berbagi dan saling melengkapi pengetahuan dan informasi (Minggu, 5/8/2024). Diskusi ini memberi bekal kepada para peserta untuk melihat potensi yang ada di sekitar mereka, langkah-langkah inisiatif, dan bagaimana memulai menemukan kemitraan yang cocok untuk berjejaring.
Rudyolof
Imanuel Malo Pinda, S.Sos, M.A, aktivis Stube HEMAT Yogyakarta yang baru saja
menyelesaikan studi Magisternya di Fisipol UGM dengan senang hati menyampaikan
materi hasil risetnya tentang pengembangan pariwisata di Sumba, dengan tinjauan
Community-Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat di Bukit
Laiuhuk, Wairinding untuk teman-teman mahasiswa lainnya. Riset ini adalah wujud
kontribusinya dalam mengembangkan daerah, khususnya Sumba Timur, yang seiring perkembangan
teknologi beragam informasi mudah diakses, pengetahuan masyarakat semakin
berkembang, termasuk daya tarik wisata di suatu daerah mudah untuk diketahui
publik, salah satunya adalah bukit Laiuhuk di Wairinding, Sumba Timur.
Dalam presentasinya Rudy mengungkapkan titik pijaknya untuk melangkah ke bukit Laiuhuk, antara lain bahwa pariwisata merupakan aset yang menguntungkan masyarakat jika dikelola dengan baik demi kesejahteraan masyarakat, bukan efek negatif seperti konflik antar masyarakat terkait hak pengelolaan wisata, kerusakan lingkungan, atau bahkan masyarakat setempat yang terpinggirkan karena sumber daya manusianya kurang, serta daya dukung wisata belum lengkap. Untuk itu pentingnya implementasi CBT dalam pengelolaannya.
Bukit Laiuhuk yang berada 25 km dari pusat kota Waingapu ke arah Barat, bukit ini memiliki keunikan tersendiri berupa bukit-bukit berlekuk-lekuk dengan hamparan padang rumput sabana, suasana yang khas saat matahari terbit maupun matahari terbenam, hijau saat musim hujan dan cenderung kecoklatan ketika musim kemarau, terlebih keberadaan lokasinya di tepi jalan lintas antar kabupaten. Lebih dalam lagi dalam diskusi tersebut Rudy mengingatkan tentang daya tarik wisata yang mengacu pada empat aspek, yakni Attraction (daya tariknya), Accessibility (kemudahan akses menuju lokasi), Amenities (ketersediaan fasilitas pendukung) dan Ancillary (sebagai kelembagaan resmi yang mendukung daya tarik wisata). Saat ini pengelolaan kawasan menjadi tanggungjawab BUMDes setempat, setelah mendapat pendampingan dari Dinas Pariwisata. Proses pengembangan ke depan masih diperlukan agar bisa semakin menarik wisatawan dan bermanfaat untuk masyarakat setempat.
Aspek atraksi perlu diadakan secara berkelanjutan sementara akses sudah cukup baik dengan angkutan umum, jalan raya, tangga pengunjung dan jalan setapak menuju lokasi. Terdapat juga loko-loko atau gazebo dan kamar mandi untuk pengunjung, sewa kuda dan kain khas Sumba. Gagasan-gagasan yang menarik bermunculan selama diskusi, seperti perlu melibatkan kelompok kerajinan setempat yang memproduksi tenun, asesoris, makanan lokal atau aneka handicraft sebagai buah tangan. Ada pula inisiatif festival budaya yang dipusatkan di tempat itu, pelatihan pemandu wisata dan pengembangan paket wisata bekerjasama dengan dinas terkait dan agen wisata di Sumba.
Dalam
hal ini anak muda perlu berpartisipasi
aktif untuk mengembangkan potensi lokal di sekitarnya dengan mengambil langkah nyata
untuk memulai dan menemukan mitra usaha yang cocok sebagai jejaring sehingga
potensi bukit Laiuhuk Wairinding bisa optimal memberikan manfaat sosial dan
ekonomi. ***
Komentar
Posting Komentar