Oleh: Stube HEMAT Yogyakarta.
Kuliah di kota Yogyakarta menjadi impian sebagian besar anak muda, khususnya yang berasal dari luar pulau Jawa. Salah satunya adalah anak muda lulusan SMA dari desa Leda, Manggarai, NTT bernama Efrentus Posenti Orung. Dengan semangat membara Eno, begitu panggilannya mendapat restu kedua orang tuanya yang bekerja sebagai petani, untuk meninggalkan rumah mengejar cita-cita di Yogyakarta setelah gagal menjadi seorang pastur meski sudah ditempuh dalam waktu dua tahun. Merasa bukan panggilannya menjadi seorang rohaniawan, Eno selanjutnya mengikuti kata hati dengan studi di teknik elektro Universitas Respati Yogyakarta.
Tahun 2022, Eno mulai merantau ke
Yogyakarta. Bukan sesuatu yang mudah hidup sendiri dengan keterbatasan
fasilitas dan keuangan. Awal semester 2, sekitaran April 2023, mulailah Eno
mencari pekerjaan sampingan di salah satu resto berlokasi di Nologaten-Sleman.
Meski tidak memiliki pengalaman, namun karena kesungguhan bekerja dan pelatihan
yang diberikan oleh pihak resto, maka ia bisa memasak, memahami kerja kasir,
dan melayani pelanggan dengan baik saat menjadi ‘waiter’. Pekerjaan ini
ditekuninya sambil kuliah dengan mengatur waktu sebaik mungkin.
Tak cukup di resto, Eno mulai membuka jasa servis perbaikan alat-alat elektronik mulai September 2024. Bermula dari memperbaiki kipas anginnya yang rusak, beberapa teman meminta jasanya memperbaiki barang-barang elektronik milik mereka. Bak gayung bersambut, teman-teman dan tetangga sekitar mempercayakan perbaikan barang-barang elektronik mereka kepada Eno untuk diperbaiki. Dari jerih-payahnya, Eno mampu membeli kendaraan roda dua sebagai pendukung mobilitasnya. Lebih dari itu, Eno mampu survive hidup di Jogja meski sedang studi.
Saat ini Eno sedang berusaha membuat
alat sebagai syarat kelulusan studinya. Ada banyak ide dalam benaknya, salah
satunya adalah bagaimana membuat alat yang bisa membantu mendeteksi kandungan
nikotin dari satu kali hembusan nafas manusia. Ide ini muncul karena di desanya
banyak orang merokok dengan alasan penghangat tubuh karena tinggal di
pegunungan yang bersuhu dingin. Akibatnya banyak anak di bawah umur mau tidak
mau menjadi perokok pasif karena bergaul dengan orang dewasa/orang tua,
terlebih saat ada acara hajatan di desa. Eno mengamati bahwa banyak anak yang
kemudian kehilangan nafsu makan, sering sakit seperti diare dan batuk demam,
dan sering tidak masuk sekolah. Hal ini menjadi keprihatinannya membuat alat
pendeteksi nikotin tersebut. Dengan alat ini ia berharap bisa mengetahui
standard toleransi nikotin pada anak-anak atau manusia pada umumnya. Semoga
berhasil ya teman-teman Stube HEMAT. ***
Komentar
Posting Komentar